MAKALAH
HAM
Kelompok
Disusun
Oleh :
Ø Ahmad
Sobarudin
Ø Ujang
Ø Cahyadi
Ø Algi
Fahri
Ø Aang
Marsan
Ø jaenuri
Ø Wahyudin
B
Kelas
X TSM 1
SMK SAINTEK NURUL MUSLIMIN
2016 – 2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan segala nikmat-Nya. Dengan segenap ungkapan rasa terima
kasih yang tidak terperi kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung seluruh proses penulisan makalah ini sehingga penulisan makalah
dengan judul “HAK ASASI MANUSIA” selesai di kerjakan tepat pada waktu yang
telah ditentukan.
Begitu banyak hal yang dilalui penulis sampai
dengan selesainya makalah yang menjadi tugas pelajaran Kimia di awal semester 1
kelas XII ini. Mungkin apa yang telah penulis hasilkan bukanlah yang terbaik,
namun penulis perharap apa yang telah kami tulis ini akan bermanfaat dan bisa
digunakan dengan sebaik mungkin bagi yang membacanya.
Kami sadar bahwa apa yang telah kami peroleh
tidak semata-mata hasil dari jerih payah penulis semata tetapin hasil dari
keterlibatan semua pihak. Oleh sebab itu kami menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Guru Mata Pelajaran yang tidak secara langsung membantu
dalam penulisan makalah unuk memenuhi salah satu tugas pada akhir semester ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dalam makalah ini, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan.
Batujaya,
2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan.............................................................................................................. 1
A.
Latar belakang......................................................................................................... 1
B.
Rumusan masalah.................................................................................................... 1
C.
Tujuan...................................................................................................................... 1
Bab II pembahasan.............................................................................................................. 2
A.
Pengertian HAM..................................................................................................... 2
B.
Perkembangan pemikiran HAM.............................................................................. 3
C.
Perkembangan HAM di Indonesia.......................................................................... 4
D.
Bentuk-bentuk HAM.............................................................................................. 7
E.
HAM dalam Konstitusi Indonesia.......................................................................... 8
Bab III Kesimpulan............................................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKAG
Setiap orang mempunya hak dan kewajiban. Yang
mana hak adalah sesuatu yang harus ia peroleh dan kewajiban adalah sesuatu yang
harus ia lakukan.
Berbicara mengenai hak, sudah tidak
asing lagi di telinga kita istilah Hak Asasi Manusia. Sedangkan Hak Asasi
Manusia itu sendiri merupakan hak-hak yang melekat pada manusia, sebagai
anugerah yang diberikan Tuhan yang harus dihormati oleh semua orang dan negara.
Jadi hak itu harus ia peroleh agar ia dapat menjalani kehidupannya dengan
tenang dan damai tanpa adanya gangguan dari pihak manapun.
Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia
sebagai mana wujud dari upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak
yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu banyaknya pelanggaran
yang terjadi, seperti kekerasan, perbudakan, pembunuhan dan lain sebagainya
baik yang dilakukan oleh individu ataupun negara.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang
apakah HAM itu, bagaimana pemikiran-pemikiran dalam perkembangannya, mari kita
lihat dalam uraian di bawah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di Eropa?
3. Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di
Indonesia?
4. Apa sajakah bentuk-bentuk dari HAM?
5. Bagaimana HAM dalam konstitusi di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan HAM,
bagaimana perkembangan pemikirannya, bentuk-bentuk HAM, dan HAM dalam
konstitusi di Indonesia.
2. Melengkapi tugas individu mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Merevisi makalah dari kesalahan-kesalahan
sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
HAM
Secara definitif “hak” merupakan unsur normatif
yang berfungsi sebagai pedoman dalam berperilaku, melindungi kebebasan,
kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan
martabatnya, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut:[1][1]
a.
Pemilik hak;
b.
Ruang lingkup
penerapan hak;
c.
Pihak yang
bersedia dalam penerapan hak.
Hak adalah sesuatu yang harus diperoleh.
Untuk memperolehnya terdapat dua teori yaitu:[2][2]
1.
Teori McCloskey,
menyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati
atau sudah dilakukan.
2.
Teori Joel
Feinbrg, menyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim
yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai
pelaksanaan kewajiban). Hak dan kewajiban adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
Sedangkan istilah yag dikenal di
barat mengenai Hak-hak Asasi Manusia ialah “right of man”, yang menggantikan
istilah “natural right”. Kemudian “right of man” diganti dengan istilah “human
right” yang dipandang lebih netral dan universal.
Menurut Teaching
Human Right
Hak asasi manusia
(HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia
mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Menurut John
Locke
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya
yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak
asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak
lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau
lembaga kekuasaan.
Menurut Prof. Dr. A. Gunawan Setiardja
HAM adalah
hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang
dimiliki manusia sebagai manusia.[3][3]
Menurut UU no.
39 tahun 1999
HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Dari beberapa
pengertian mengenai HAM di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa HAM adalah
hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah
Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun.
Penghormatan dan perlindungan terhadap HAM diwujudkan dengan menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan
umum.
B. Perkembangan Pemikiran HAM
Berbicara
mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum
alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran HAM.
Perkembangan
HAM di Eropa
a.
Sebelum
Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM
di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak
absolut raja[4][4] yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa
atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak
terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka
harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna
Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional. Keterikatan
penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21 Magna Charta yang
menyatakan bahwa “ para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan
atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.[5]
Empat
abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM)
di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan
manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum
dan negara demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut Bill of Rights,
asas persamaan manusia di hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat
rintangan yang dihadapi, karena tanpa hak persamaan maka hak kebebasan mustahil
dapat terwujud. Untuk mewujudkannya maka lahirlah sejumlah istilah dan teori
sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan
selanjutnya Amerika.
Kontrak sosial
(J.J Rousseau)
Kontrak sosial
adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan rakyat didasari
oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak.
Trias politica
(Montesquieu)
Trias
politika adalah teori tentang sistem politik yang membagikekuasaan pemerintahan
negara dalam tiga komponen (eksekutif), parlemen (legislatif), dan
kekuasaan peradilan ( yudikatif).
Hukum kodrati
(John Locke)
Teori
hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia
ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak
diserahkan oleh negara.
Hak-hak dasar
persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson)
Hak-hak
dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua manusia
dilahirkan sama dan merdeka.
Pada
1789, lahir Deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum.
Perkembangan
HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan yaitu;
kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama, hak bebas dari kemiskinan,
dan hak bebas daru rasa takut.
Tiga tahun
kemudian muncul Deklarasi Philadelphia (1944), yang memuat tentang pentingnya
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan
seluruh manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
Menurut
DUHAM (deklarasi universal HAM), terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki
oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal
(hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak
jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial
dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak
legal, hak sipil dan politik meliputi:
1)
Hak untuk
hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
2)
Hak bebas dari
perbudakan dan penghambaan;
3)
Hak bebas dari
penyiksaan atau perlakuan hukum yang
kejam;
4)
Hak untuk
memperoleh pengakuan hukum hak bebas dari penangkapan dan penahanan yang
sewenang-wenang;
5)
Hak atas
perlindungan terhadap serangan nama baik;
6)
Hak atas satu
kebangsaan;
7)
Hak untuk
memiliki hak milik;
8)
Hak bebas
berpikir, berpendapat dan beragama;
9)
Hak untuk
berserikat;
10) Hak untuk mengambil bagian dari pemerintahan.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya
meliputi:
1)
Hak atas
jaminan sosial;
2)
Hak untuk
bekerja dan mendapat upah dari pekerjaan tersebut;
3)
Hak untuk
bergabung dengan serikat-serikat buruh;
4)
Hak atas
istirahat;
5)
Hak atas
standar hidup yang layak;
6)
Hak atas
pendidikan;
7)
Hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
b.
Setelah
Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis
besar perkembangan pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun generasi:[6][6]
· Generasi Pertama, menurut generasi ini
pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
· Generasi Kedua, pemikiran Ham tidak hak yuridis seperti yang dikampanyekan
generasi pertama tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan
budaya.
· Generasi Ketiga, generasi ini menyerukan wacana
kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum.
· Generasi Keempat, ditandai dengan lahirnya
pemikiran HAM yang dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang dikenal
dengan Deklaration of Basic duties of Asia people and Goverment.
C.
Perkembangan HAM di Indonesia
1. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Perkembangan
HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya beberapa organisasi pergerakan
nasional, antara lain Budi Utomo yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks
pemikiran HAM Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah
kolonial maupun yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
Selanjutnya
pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para tokoh
organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A.
Maramis dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak
untuk menentukan nasib sendiri.
Kemudian
Serikat Islam, organisasi kaum santri yang dipelopori oleh H. Agus Salim dan
Abdul Muis, menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak
dan bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
Sedangkan
pemikiran HAM dalam pandangan Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang
berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan
menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
Pemikiran
HAM yang paling menonjol pada Indische Partij yaitu pemikiran yang menekankan
pada hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Pemikiran
HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan
Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain.
Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum,
hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan
kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pendapat, hak
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan
pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh
pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM
di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.
2. Periode Setelah Kemerdekaan
a.
Periode
1945-1950
Pada periode awal pasca kemerdekaan masih
menekankan pada wacana hak untuk merdeka, berserikat melalui organisasi politik
yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh
pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu UUD 1945.
Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
“...
sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita
cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan
masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu
pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak
rakyat yang terbanyak.”
Hal
yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah dengan adanya perubahan
mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintah dari sistem presidensil
menjadi parlementer.
b.
Periode 1950-1959
Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan
momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan karena demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Menurut Prof. Bagir
Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima
indikator HAM:[7][7]
1.
Munculnya
partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2.
Adanya
kebebasan pers.
3.
Pelaksanaan
pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis.
4.
Kontrol
parlemen oleh eksekutif.
5.
Perdebatan HAM
secara bebas dan demokratis.
c.
Periode
1959-1966
Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi
Liberal, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan
presiden Soekarno.
Melalui
sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut pada presiden Soekarno. Presiden
tidak dapat dikontrol oleh parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari
model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi
warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang otoriter.
d.
Periode
1966-1998
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru
memandang HAM dan demokrasi sebagai produk barat yang individualistis dan
bertentangan dengan prinsip gotong-royong dan kekeluargaan yang dianut oleh
bangsa Indonesia. Penolakan Orde Lama terhadap konsep universal HAM adalah:[8][8]
1)
HAM adalah
produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa
Indonesia.
2)
Bangsa
Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM yang tertuang dalam rumusan UUD
45.
3)
Isu HAM sering
kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.
Pernyataan
Orde Baru di atas tidak semuanya benar namun juga tidak semuanya salah.
Adapun
pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh Orde Baru yaitu di Tanjung Priok,
Kedung Ombo, Lampung, Aceh.
Di
tengah kuatnya peran negara,suara perjuangan HAM dilakukan oleh organisasi
nonpemerintah dan LSM dan membuahkan hasil pada awal ‘90-an. Kuatnya tuntutan
penegakan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian Orde Baru untuk
bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM, yang ditunjukkan dengan adanya
ratifikasi terhadap tiga konvensi HAM;
o
Konvensi
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, melalui UU
no. 7 tahun 1984.
o
Konvensi
Anti-Apartheid dalam olahraga melalui UU no. 48 tahun 1993.
o
Konvensi Hak
Anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
e.
Periode Pasca
Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam
sejarah HAM di Indonesia dengan berakhirnya Orde Baru di bawah kekuasaan rezim
Soeharto. Pada tahun ini Soeharto digantikan oleh wakil presiden saat itu yaitu
B.J. Habibie.
Pada
pemerintahan Habibie perhatian pemerintah terhadap HAM mengalami perkembangan
yang sangat signifikan, lahirnya Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM
merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintah dalam penegakan HAM.
Kesungguhan
pemerintahan Habibie dalam perbaikan pelaksanaan Ham ditunjukkan dengan
pencanangan program Ham yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM,
pada Agustus 1998, yang bersandarkan pada 4 pilar yaitu:
1)
Persiapan
pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2)
Diseminari dan
pendidikan tentang HAM
3)
Penentuan skala
prioritas tentang HAM
4)
Pelaksanaan isi
perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui
perundang0undangan Nasional.
Komitmen
Pemerintah dalam penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU HAM, pembentukan
Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum
dan Perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM. Pada tahun 2001,
Indonesia juga menandatangani dua protokol hak anak yakni terkait perdagangan
anak, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan
keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang
sama pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang
perlindungan anak, penghapusan KDRT, dan penerbitan Keppres tentang Rencana
Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun2004-2009.
D.
Bentuk-Bentuk HAM
1.
Hak sipil
Hak
sipil terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari
kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup
dan kehidupan.
2.
Hak politik
Hak
politik terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan
mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat
di muka umum.
3.
Hak ekonomi
Hak
ekonomi terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak
perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
4.
Hak sosial dan
budaya
Hak
sosial budaya meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak
kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.
1.
Hak persamaan
dan kebebasan;
2.
Hak hidup;
3.
Hak memperoleh
perlindungan;
4.
Hak
penghormatan pribadi;
5.
Hak menikah dan
berkeluarga;
6.
Hak wanita
sederajat dengan pria;
7.
Hak anak dari
orang tua;
8.
Hak memperoleh
pendidikan;
9.
Hak kebebasan
memilih agama;
10.
Hak kebebasan
bertindak dan mencari suaka;
11.
Hak untuk
bekerja;
12.
Hak memperoleh
kesempatan yang sama;
13.
Hak milik
pribadi;
14.
Hak menikmati
hasil/produk ilmu;
15.
Hak tahanan
& narapidana;
Sedangkan dalam Deklarasi Hak Asasi
Manusia Sedunia (Universal Declaration of Human Right) yang terwujud pada 10
Desember 1948[11][11], Hak Asasi Manusia terbagi dalam beberapa
jenis, yang terdapat dalam pasal 3 sampai dengan pasal 21 yaitu:[12][12]
1.
Hak untuk
hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2.
Hak bebas dari
perbudakan dan penghambaan;
3.
Hak bebas dari
penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan
ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4.
Hak untuk
memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
5.
Hak untuk
pengampunan hukum secara efektif;
6.
Hak bebas dari
penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7.
Hak untuk
peradilan yang independen dan tidak memihak;
8.
Hak untuk
praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah;
9.
Hak bebas dari
campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat
tinggal maupun surat-surat;
10.
Hak bebas dari
serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11.
Hak atas
perlindungan hukum terhadap serangan itu;
12.
Hak bergerak;
13.
Hak memperoleh
suaka;
14.
Hak atas satu
kebangsaan;
15.
Hak untuk
menikah dan keluarga;
16.
Hak untuk
mempunyai hak milik;
17.
Hak bebas
berpikir, berkesadaran, dan beragama;
18.
Hak bebas
berpikir dan menyatakan pendapat
19.
Hak untuk
berhimpun dan berserikat
20.
Hak untuk
mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap
pelayanan masyarakat.
Dan mengenai hak ekonomi, sosial dan
budaya yaitu:[13][13]
1.
Hak atas
jaminan sosial;
2.
Hak untuk
bekerja;
3.
Hak atas upah
yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4.
Hak untuk
bergabung dalam serikat-serikat buruh;
5.
Hak atas
istirahat dan waktu senggang;
6.
Hak atas
standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7.
Hak atas
pendidikan;
8.
Hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
Sementara itu dalam UUD 1945
(amandemen I - IV UUD 1945) memuat hak asasi manusia yang terdiri dari hak:[14][14]
1.
Hak kebebasan
untuk mengeluarkan pendapat;
2.
Hak kedudukan
yang sama di dalam hukum;
3.
Hak kebebasan
berkumpul;
4.
Hak kebebasan
beragama;
5.
Hak penghidupan
yang layak;
6.
Hak kebebasan
berserikat;
7.
Hak memperoleh
pengajaran atau pendidikan.
Selanjutnya secara operasional
beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM
sebagai berikut:[15][15]
1.
Hak untuk
hidup;
2.
Hak berkeluarga
dan melanjutkan keturunan;
3.
Hak
mengembangkan diri;
4.
Hak memperoleh
keadilan;
5.
Hak atas
kebebasan pribadi;
6.
Hak atas rasa
aman;
7.
Hak atas
kesejahteraan;
8.
Hak turut serta
dalam pemerintahan;
9.
Hak wanita;
10.
Hak anak.
E. HAM
dalam Konstitusi Indonesia
Dalam perkembangan kehidupan berbangsa,
konstitusi merupakan pilihan terbaik dalam memberi ikatan ideologis antara yang
berkuasa dan yang dikuasai (rakyat).konstitusi hadir sebagai kata kunci
kehidupan masyarakat modern. Tidak dapat dinafikan konstitusi sebagai hukum
dasar yang menjadi acuan bagi sebuah negara dalam menentukan suatu peraturan.
1. Hak
Konstitusi
Kehadiran
konstitusi merupakan conditio sine qua non bagi sebuah negara.
Konstitusi menjelaskan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara dan
mengemukakah letak rasional dan kedudukan hak dan kewajiban warga negara.
Aksioma
politik yang populer dicetuskan oleh Acton mengatakan, “kekuasaan cenderung
korupsi dan kekuasaan yang mutlak akan cenderung secara mutlak pula”. [16][16]
Di
dalam kekuasaan terdapat sisi positif dan negatif. Yang positif, kekuasaan yang
baik sangat efektif dalam menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan negatifnya
ketika kekuasaan itu diarahkan pada tindak kesewenang-wenangan dan kezaliman.
Menurut
Sri Soemantri, Guru Besar UNPAD, negara dan konstitusi merupakan dua lembaga
yang tidak dapat dipisahkan. Konstitusi merupakan awal bagi kelahiran sebuah
negara.
Pentingnya
jaminan konstitusi atas HAM membuktikan komitmen atas sebuah kehidupan
demokratis yang berada dalam payung negara hukum. Menurut Todung Mulya Lubis
Indonesia belum sampai ke arah itu, meskipun persoalan dan perlindungan
mengenai HAM telah diatur dalam perundang-undangan seperti. Akan tetapi patut
dicamkan bahwa hal tersebut hanya berkisar dalam kapasitasnya sebagai hak-hak
hukum.
2. Konstitusional HAM di Indonesia
Dalam konteks UUD yang pernah berlaku di
Indonesia, pencantuman secara eksplisit seputar HAM muncul atas kesadaran dan
beragam konsensus. Dalam kurun berlakunya UUD 45, konstitusi RIS 49, UUDS 50,
UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun 2002, pencantuman HAM mengalami
pasang surut.
Istilah HAM tidak ditemukan dalam UUD 1945. HAM
dalam UUD 1945 diatur secara singkat dan sederhana yang lebih berorientasi pada
hak sebagai warga negara, yang hanya dimuat dalam 5 pasal, yakni pasal 27,
pasal 28, pasal 29, pasal 31, dan pasal 34. Sedangkan dalam Konstitusi RIS
1949, pengaturan HAM terdapat dalam bagian V yang berjudul “hak-hak dan
kebebasan-kebebasan dasar manusia”. Dan yang terlengkap terdapat dalam UUDS
1950 memuat pasal-pasal tentang HAM yang relatif lebih lengkap ketentuan HAM
diatur dalam bagian V (hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia) dari
pasal 7 sampai pasal 33.
Dalam sejarah perkembangan UUD 1945, agenda
perubahan UUD merupakan sejarah baru bagi masa depan konstitusi Indonesia.
Konstitusi RIS 1949 (1949-1950) memberikan
suasana baru bagi penegakan hukum dan HAM. Karena dalam pemberlakuannya yang
relatif singkat, akibatnya upaya penegakan HAM dari konstitusi ini relatif
sulit ditemukan. UUDS 1949 memberikan kepastian tegas tentang HAM. Materi
muatan HAM, yang mengadopsi muatan HAM PBB tahun 1948.
Sama halnya dengan konstitusi RIS 1949, UUDS
1950 nyaris tidak efektif karena negara pada waktu itu disibukkan dengan
kondisi perpolitikan tanah air.
Dalam perkembangan kebijakan pemerintahan Orde
Baru sampai Reformasi (sebelum dan sesudah perubahan II UUD 1945 tahun 2000),
beberapa perangkat kebijakan peraturan perundang-undangan dapat dikatakan
melengkapi pengaturan HAM di Indonesia dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, seperti Tap MPR, Undang-Undang, Keppres, dsb.[17][17]
Untuk mempertegas jaminan atas HAM di
Indonesia, maka dibentuk lembaga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
berdasarkan pada Tap MPR No. XVII tahun1998 tentang HAM dan UU No. 39 tahun
1999 tentang HAM yang disahkan pada 23 September 1999.
Keterjaminan HAM dalam konstitusi di Indonesia
dan peraturan perundang-undangan secara lebih baik akan menjadi peluang besar
bagi terwujudnya penegakan hukum dan HAM secara bertanggung jawab dan
berkeadilan.
3.
RANHAM (Rencana
Aksi Nasional HAM) Indonesia
Konsep RANHAM pertama kali lahir pada
Konferensi HAM di Wina tahun 1993. Deklarasi tentang HAM ini merekomendasi agar
setiap negara menyatakan keinginannya untuk menyusun rencana aksi nasional
dengan mengidentifikasi langkah-langkah untuk meningkatkan pemajuan dan
perlindungan HAM. Rekomendasi ini tidak mengikat tetapi memiliki sifat
persuasif yang sangat kuat karena pentingnya kesempatan dan pernyataan bahwa
rekomendasi tersebut didukung secara bulat.
Konsep RANHAM didasarkan atas pandangan bahwa
perbaikan abadi pada hak asasi manusia akhirnya tergantung pada pemerintah dan
orang-orang dari negara tertentu yang memutuskan untuk mengambil aksi nyata
guna menghasilkan perubahan. Konsep ini mengakui bahwa tidak ada satu pun
negara yang memiliki catatan HAM sempurna. Setiap negara berbeda-beda, dan
rencana apapun yang dikembangkan oleh suatu negara harus sesuai dengan keadaan
politik, budaya, hukum, sosial, dan ekonomi.
Dalam diktumnya, Keppres menjamin peningkatan
penghormatan, pemajuan, pemenuhan, perlindungan HAM dengan mempertimbangkan
nilai-nilai agama, adat istiadat dan budaya-budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 45.
Dengan ditetapkannya RANHAM berdasarkan Keppres
Nomor 40 tahun 2004, merupakan kelanjutan RANHAM 1998-2003 yang dicanangkan
Presiden B.J Habibi melalui Keppres Nomor 29 tahun 1998, yang semula memuat
empat program utama, yaitu:[18][18]
1) Persiapan pengesahan perangkat internasional
HAM
2) Diseminari dan pendidikan HAM
3) Pelaksanaan HAM yang ditetapkan sebagai
prioritas
4) Pelaksanaan isi atau ketentuan berbagai
perangkat internasional HAM yang telah disahkan Indonesia.
Berdasarkan Keppres No. 129 tahun 1998
tentang RANHAM di atas perlu rekayasa khusus dalam upaya pengembangan mengenai
HAM, yang kemudian diperbaharui melalui Keppres No. 61 tahun 2003 tentang
perubahan keputusan presiden. Dan yang terakhir Keppres No. 40 tahun 2004 telah
digariskan bahwa di samping terbentuknya Panitia Nasional yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab pada Presiden, juga Menteri Kehakiman dan HAM
selaku Ketua Panitia Nasional bersama Gubernur di setiap Provinsi membentuk
Panitia Pelaksanaan RANHAM Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur dan
Panitia Nasional. Begitu juga halnya di daerah kabupaten/kota dibentuk Panitia
Pelaksana Kegiatan RANHAM Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota dan Panitia Pelaksana Provinsi.
Dengan kata lain, melalui Keppres ini Panitia
Pelaksana RANHAM harus dibentuk di level daerah, baik dalam skala Provinsi
maupun Kabupaten/Kota. Panitia ini memiliki tugas antara lain:[19][19]
1. Pembentukan dan penguatan institusi RANHAM,
2. Persiapan harmonisasi Peraturan Daerah,
3. Diseminari dan pendidikan HAM,
4. Penerapan norma dan standar HAM, dan
5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Perkembangan mengenai HAM
menunjukkan sebuah rekayasa yang begitu baik dalam upaya penegakan HAM.
Konstitusionalitas HAM dalam konstitusi Indonesia semakin kokoh pasca Perubahan
UUD 1945. Perkembangan ini diharapkan semakin meneguhkan dasar pembangunan
nasional yang berdimensi HAM Indonesia.
Dan dengan melalui pemikiran dan
tindakan kita semua, terletak masa depan perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan
penegakan HAM di Indonesia. Kehadiran RANHAM harus dipahami sebagai keharusan
sejarah dalam mengisi ruang aktualisasi HAM dalam konteks lokal negara-negara,
tidak terkecuali Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak
yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan
dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun.
Perkembangan pemikiran HAM di Eropa
diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut
raja yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan
absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan
yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus
dipertanggungjawabkan secara hukum.
Perkembangan pemikiran HAM di
Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi dan politik seperti,
Budi Utomo, Indiche Partij, Partai Komunis, Serikat Islam dsb.
Bentuk-bentuk
HAM meliputi:
1.
Hak sipil,
terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak
khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
2.
Hak politik,
terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan
mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat
di muka umum.
3.
Hak ekonomi,
terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan
hak pembangunan berkelanjutan.
4.
Hak sosial dan
budaya, meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak
kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.
HAM dalam Konstitusi Indonesia
mengalami pasang surut, yaitu dalam kurun berlakunya UUD 45, konstitusi RIS 49,
UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar