MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
MARNI
LALA
ROKAYAH
NUR PITRI
HONDIDAH
RISCA JULIA
KELAS : X MIA 5
SMAN 1 BATUJAYA
KARAWANG 2016 / 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa,karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan makalah yang sederhana ini dengan baik dan tepat waktu. Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang MPR dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu guru kami.
Kami berterima kasih kepada guru pengajar PKN di kelas sekaligus guru
pembimbing kami Ibu Yuliana ,S.Pd berkat bimbingan dan arahan beliau kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna,oleh karena
itu kritik dan saran dari manapun dan siapapun kami terima dengan senag hati
demi kebaikan di masa mendatang.
Kami berharap, dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun dan pembaca yang budiman.
Karawang, 24 Oktober 2016
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang....................................................................................................... 2
B.
Rumusan Masalah................................................................................................... 2
C.
Tujuan..................................................................................................................... 2
D.
Manfaat.................................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................................. 3
A.
Posisi MPR dalam Struktur Ketatanegaraan RI..................................................... 3
B.
Tugas dan Wewenang MPR................................................................................... 7
C.
Hak dan Kewajiban Anggota................................................................................. 9
BAB
III PENUTUP.......................................................................................................... 10
A.
Kesimpulan............................................................................................................ 10
B.
Saran...................................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti kita ketahui
bersama MPR hasil pemilihan umum Tahun 1999, menindaklanjuti tuntutan reformasi
yang menghendaki perubahan UUD 1945 dengan melakukan satu rangka¬ian perubahan
konstitusi dalam empat tahapan yang berkesinambungan, sejak Sidang Umum MPR
Tahun 1999 sampai dengan Sidang Tahunan MPR Tahun 2002.
Perubahan UUD 1945 tersebut di¬lakukan MPR guna menyempurnakan ketentuan fundamental ketatanegaraan Indonesia sebagai pedoman utama dalam mengisi tuntutan reformasi dan memandu arah perjalanan bangsa dan negara pada masa kini dan yang akan datang, dengan harapan dapat berlaku untuk jangka waktu ke depan yang cukup panjang. Selain itu, perubahan UUD 1945 tersebut juga dimaksudkan untuk meneguhkan arah perjalanan bangsa dan negara Indonesia agar tetap mengacu kepada cita-cita negara seba-gaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Perubahan UUD 1945 tersebut di¬lakukan MPR guna menyempurnakan ketentuan fundamental ketatanegaraan Indonesia sebagai pedoman utama dalam mengisi tuntutan reformasi dan memandu arah perjalanan bangsa dan negara pada masa kini dan yang akan datang, dengan harapan dapat berlaku untuk jangka waktu ke depan yang cukup panjang. Selain itu, perubahan UUD 1945 tersebut juga dimaksudkan untuk meneguhkan arah perjalanan bangsa dan negara Indonesia agar tetap mengacu kepada cita-cita negara seba-gaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pasca perubahan UUD 1945, maka
ada 6 (enam) lembaga Negara yang diberi¬kan kekuasaan secara langsung oleh
konstitusi. 1Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dijalankan sep¬enuhnya menurut UUD. UUD memberikan
pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan
kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam Bab I Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo¬nesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Dengan rumusan itu dimaksudkan, bahwa kedaulatan itu pada hakekatnya tetap melekat dan berada di tangan rakyat, dan Undang-Undang Dasar yang mengatur pelaksanaannya.
Dalam Bab I Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo¬nesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Dengan rumusan itu dimaksudkan, bahwa kedaulatan itu pada hakekatnya tetap melekat dan berada di tangan rakyat, dan Undang-Undang Dasar yang mengatur pelaksanaannya.
Sebagian kedaulatan itu tetap
dipegang dan dilaksanakan sendiri oleh rakyat, yaitu dalam hal memilih Presiden
dan Wakil Presiden, memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar itu, Undang-undang kemudian juga menetapkan, rakyat tetap memegang kedaulatannya secara langsung, yaitu dalam hal memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, memilih Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Untuk selebihnya Undang-Undang Dasar menetapkan dibentuknya lembaga-lembaga negara (DPR, MPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi), dan kepada masing-masing lembaga itu ditetapkan secara definitif fungsi dan kewenangannya sesuai dengan posisi/kedudukannya. Lembaga-lembaga negara itu berada dalam kedudukan yang setara. Antara lembaga yang satu dengan yang lain dilaksanakan prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi atau checks and balances.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar itu, Undang-undang kemudian juga menetapkan, rakyat tetap memegang kedaulatannya secara langsung, yaitu dalam hal memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, memilih Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Untuk selebihnya Undang-Undang Dasar menetapkan dibentuknya lembaga-lembaga negara (DPR, MPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi), dan kepada masing-masing lembaga itu ditetapkan secara definitif fungsi dan kewenangannya sesuai dengan posisi/kedudukannya. Lembaga-lembaga negara itu berada dalam kedudukan yang setara. Antara lembaga yang satu dengan yang lain dilaksanakan prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi atau checks and balances.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
Posisi MPR dalam Struktur Ketatanegaraan RI ?
2. Bagaimana
Tugas dan Wewenang MPR ?
3. Apa
saja Hak dan Kewajiban Anggota MPR ?
C. TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas
makalah ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan MPR di struktur ketatanegaraan
Republik Indonesia yang berdasarkan Undang – Undang yang berlaku di Republik
Indonesia.selain hal itu kita juga dapat mengetahui tugas ,
wewenanag/ketetapan, hak serta kewajiban dari suatu lembaga MPR yang berada di
Negara kita sendiri .
D. MANFAAT
Diharapkan makalah ini dapat
menambah dan memperkaya khasanah pengetahuan dan dapat memberikan manfaat
bagi teman teman dalam mengetahui struktur dari ketatanegaraan Indonesia
yang salah satunya yaitu MPR RI .serta pejelasan tentang MPR itu sendiri baik
tentang haknya ataupun yang lain yang menyangkut tentang MPR.serta tugas dari
lembaga ini juga tercantum di dalam UUD 1945 yang mengatur tentang
MPR.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Posisi MPR dalam Struktur Ketatanegaraan RI
1. Menurut UUD 1945 sebelum perubahan
Majelis Permusyawratan Rakyat
(MPR) sebagai sebuah nama dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia
sudah ada sejak lahirnya negara ini. Pada awal disahkannya UUD 1945 pada
tanggal 18 Agustus 1945 MPR memiliki posisi sebagai lembaga negara tertinggi.
Sebagai lembaga negara tertinggi saat itu MPR ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai
pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kedaulatan rakyat MPR mempunyai
wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk jangka waktu
5 (lima) tahunan. Oleh karena mempunyai wewenang memilih dan mengangkat
Presiden dan Wakil Presiden, maka MPR mempunyai wewenang pula memberhentikan Presiden
dan Wakil Presiden sebelum masa jabatannya berakhir apabila Presiden dan Wakil
Presiden dianggap melanggar haluan negara.Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum
perubahan
Menyatakan bahwa MPR terdiri atas
anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Dari
ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ini dapat dikatakan bahwa MPR merupakan
perluasan dari DPR setelah ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.3 Namun
demikian ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ini juga menimbulkan pertanyaan
dikarenakan dalam penjelasan UUD 1945 tidak diuraikan secara jelas, sehingga
pertanyaan yang muncul adalah apa yang dimaksud dengan daerah-daerah dan
golongan-golongan. Tidak ada satu pasalpun dalam UUD 1945 yang menjelaskan hal
tersebut, namun dalam Penjelasan Pasal 2 UUD 1945 hanyalah menjelaskan tentang
golongan-golongan yang diuraikan sebagai berikut: ”Maksudnya ialah supaya
seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam
Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai
penjelmaan rakyat.”
”Yang disebut
golongan-golongan ialah badan-badan seperti kooperasi, serikat pekerja dan
lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman.
Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem kooperasi dalam ekonomi, maka ayat
ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.” Menurut
Pasal 3 UUD 1945 sebelum perubahan dinyatakan bahwa MPR menetapkan UUD dan
garis-garis besar dari pada haluan negara. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan
Pasal 3 UUD 1945 sebelum perubahan tersebut dapat diketahui siapa saja anggota
MPR itu dan apa kewenangan MPR itu, namun dari kedua pasal tersebut belumlah
nampak kedudukan MPR itu sendiri. Hal ini akan nampak bila dikaitkan dengan
ketentuan pasal-pasal UUD 1945 yang lain, antara lain:
·
Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan bahwa Presiden
dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara yang terbanyak.
·
Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa
kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Dengan demikian nampaklah bahwa
MPR menurut UUD 1945 sebelum perubahan merupakan lembaga negara tertinggi dalam
susunan ketatanegaraan Republik Indonesia. Bahkan Penjelasan UUD 1945 dalam
Sistem Pemerintahan Negara angka Romawi III dinyatakan bahwa ”Kekuasaan negara
tertinggi ada di tangan MPR. Kedaulatan rakyat dipegang oleh badan bernama MPR
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini menetapkan
Undang-Undang Dasar (UUD) dan menetapkan garis-garis besar haluan negara.
Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (wakil
Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang
Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah
ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan
bertanggungjawab kepada Majelis. Ia adalah ’mandataris’ dari majelis, ia wajib
menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak ’neben’, akan tetapi
’untergeordnet’ kepada Majelis”. Sebagai lembaga negara tertinggi menjadikan
kekuasaan MPR berada di atas segala kekuasaan lembaga-lembaga negara yang ada
di negara Republik Indonesia. Hal ini sebenarnya dapat dipahami, sebab MPR
merupakan pemegang kedaulatan rakyat Republik Indonesia, dan sejak didirikan
oleh founding fathers Republik Indonesia memanglah dikonstruksikan sebagai
negara demokrasi, yaitu bahwa negara dimana kekuasaan tertinggi ada di tangan
rakyat.
Kekuasaan rakyat inilah yang
dijelmakan MPR. Oleh karenanya seluruh anggota MPR merupakan wakil-wakil rakyat
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Dalam struktur ketetanegaraan Republik
Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan, MPR sebagai
lembaga negara tertinggi menetapkan kebijakan tentang garis-garis besar dari
pada haluan negara4, dan melalui garis-garis besar dari pada haluan negara ini
pemerintahan dijalankan. Garis-garis besar dari pada haluan negara merupakan
pedoman pemerintah (Presiden) dalam menjalankan roda pemerintahan. Jadi
Presiden dalam menjalankan pemeritahan berpedoman pada garis-garis besar haluan
negara yang ditetapkan oleh MPR. Apabila Presiden melanggar garis-garis besar
haluan negara yang ditetapkan oleh MPR, maka Presiden dapat diberhentikan oleh
MPR. Hal ini dianggap wajar sebab Presiden adalah mandataris MPR, maksudnya MPR
memberikan mandat kepada Presiden untuk menjalankan pemerintahan, bila Presiden
melanggar mandat yang diberikan oleh rakyat maka rakyat dapat memberhentikan
Presiden.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
merupakan lembaga yang dilontarkan oleh Ir. Soekarno pada pidatonya tanggal 1
Juni 1945, sebuah keinginan untuk menjelmakan aspirasi rakyat di dalam bentuk
yang berupa perwakilan yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.5 Soepomo juga
mengemukakan gagasannya yang mendasarkan pada prinsip musyawarah dengan istilah
”Badan Permusyawaratan” pada dasar Indonesia merdeka. Indonesia yang akan
berdiri tidak bersistem individualisme seperti pada negara-negara Barat, tetapi
berdasar pada kekeluargaan. Kekeluargaan yang dimaksudkan Soepomo yakni bahwa
warganegara merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan pemegang kekuasaan di
dalam negara atau dengan istilah ”manunggale kawulo gusti”. Warga negara tidak
dalam kedudukan bertanya apa hak saya dengan adanya negara tetapi yang harus
selalu ditanyakan adalah apa kewajiban saya terhadap negara. Dalam konstruksi
yang demikian diharapkan dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi dalam
negara akan diselesaikan atas dasar kebersamaan dan musyawarah antara rakyat
dengan penguasa, dan badan permusyawaratan sebagai wakil-wakil rakyat yang
paling berperan dalam hal ini, sedangkan kepala negara akan senantiasa
mengetahui dan merasakan keadilan rakyat dan cita-cita rakyat.
2. Menurut UUD 1945 setelah perubahan
Gagasan terhadap perubahan UUD
1945 muncul bersamaan dengan gerakan reformasi di segala bidang yang menentang
rezim pemerintahan Suharto yang dianggap telah menyimpang dari substansi isi
UUD 1945 melalui penafsiran sepihak penguasa. Dari alasan inilah agar isi UUD
1945 tidak menimbulkan penafsiran yang dapat digunakan oleh penguasa untuk
melanggengkan kekuasaan seperti masa pemerintahan Suharto, maka pembenahan
terhadap isi UUD 1945 perlu dilakukan. Inilah yang menjadi salah satu agenda
reformasi yaitu melakukan perubahan terhadap UUD 1945 dengan salah satu latar
belakang perubahannya adalah meninjau kembali tentang kekuasaan tertinggi di
tangan MPR.
Dampak reformasi telah dirasakan terhadap kedudukan lembaga MPR, dan bahkan ada yang menyatakan sebagai salah satu lompatan besar perubahan UUD 1945 yaitu restrukturisasi MPR untuk ’memulihkan’ kedaulatan rakyat dengan mengubah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dari kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
Dampak reformasi telah dirasakan terhadap kedudukan lembaga MPR, dan bahkan ada yang menyatakan sebagai salah satu lompatan besar perubahan UUD 1945 yaitu restrukturisasi MPR untuk ’memulihkan’ kedaulatan rakyat dengan mengubah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dari kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
Dalam perubahan UUD 1945, MPR
tetap dipertahankan keberadaannya dan diposisikan sebagai lembaga negara, namun
kedudukannya bukan lagi sebagai lembaga tertinggi (supreme body) tetapi sebagai
lembaga negara yang sejajar posisinya dengan lembaga-lembaga negara yang lain.
Predikat MPR yang selama ini berposisi sebagai lembaga tertinggi negara telah
dihapuskan (die gezamte staatgewalt liegi allein bei der Majelis). MPR tidak
lagi diposisikan sebagai lembaga penjelmaan kedaulatan rakyat, hal ini
dikarenakan pengalaman sejarah selama Orde Baru lembaga MPR telah terkooptasi
kekuasaan eksekutif Suharto yang amat kuat yang menjadikan MPR hanyalah sebagai
’pengemban stempel’ penguasa dengan berlindung pada hasil pemilihan umum yang
secara rutin setiap 5 tahun sekali telah dilaksanakan dengan bebas, umum dan
rahasia. Dari pengalaman sejarah pemerintahan Orde Baru itulah reposisi MPR
perlu dilakukan.
Perubahan mendasar dari MPR yang
semula sebagai lembaga yang menjalankan kedaulatan rakyat menjadi lembaga yang
oleh sementara pihak disebut sebagai sebatas sidang gabungan (joint session)
antara anggota DPR dan anggota DPD. Yang perlu mendapat catatan terhadap posisi
MPR setelah perubahan UUD 1945 adalah bahwa kewenangan MPR menjadi dipersempit,
maksudnya MPR hanyalah memiliki satu kewenangan rutin yaitu melantik Presiden
dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilihan umum, selebihnya merupakan
kewenangan insidental MPR, seperti memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat (3)
UUD 1945 Perubahan), mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat
(1) UUD 1945 Perubahan) serta kewenangan insidental lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 Perubahan. Perbedaan kewenangan
rutin dengan kewenangan insidental ini adalah bahwa kewenangan rutin pasti
dilaksanakan yaitu setiap 5 (lima) tahun sekali, sedangkan kewenangan
insidental akan dilaksanakan jika terjadi sesuatu hal yakni bila ada keinginan
untuk merubah UUD ataupun bila terjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum atau sudah tidak dapat lagi menjalankan
kewajibannya sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dengan reposisi MPR setelah
perubahan UUD 1945, MPR sendiri memiliki kedudukan yang tidak jelas apakah
sebagai permanen body (lembaga tetap) ataukah sebagai joint session (lembaga
gabungan). Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 (Perubahan) dinyatakan
bahwa MPR terdiri atas aggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pasal 2 ayat (1)
UUD 1945 ini memposisikan bahwa MPR merupakan gabungan anggota DPR dan anggota
DPD (joint session) bukan gabungan lembaga DPR dan lembaga DPD (bukan terdiri
dari dua kamar atau bukan bikameral). Namun menjadi tidak jelas lagi jika
merupakan gabungan anggota DPR dan anggota DPD yang berarti memiliki kewenangan
gabungan dari kewenangan anggota DPR ditambah dengan kewenangan anggota DPD dan
itulah yang seharusnya menjadi kewenangan MPR, tetapi dalam ketentuan Pasal 3
UUD 1945 (Perubahan) diuraikan bahwa kewenangan MPR bukanlah gabungan dari
kewenangan anggota DPR dan kewenangan anggota DPD.
Jadi merupakan kewenangan
tersendiri sebagai lembaga tetap/permanen body.
Oleh karenanya posisi MPR tidaklah sepenuhnya dapat dikatakan sebagai joint session maupun sebagai permanen body. Inilah posisi MPR dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 Perubahan, dan dengan posisi demikian sebenarnya tidaklah perlu diperebutkan adanya ketua MPR. MPR bukanlah sebuah lembaga tetap ataupun lembaga gabungan tetapi lebih diposisikan sebagai sebuah kumpulan wakil-wakil rakyat yang mengatasnamakan majelis rakyat. Dengan demikian seharusnya ketua MPR dapat dijabat secara kolegial dari Ketua DPR dan Ketua DPD yang secara riel tugas dan kerjanya hanyalah saat kedua anggota itu (DPR dan DPD) bergabung melaksanakan kewenangannya, dan hal itu tidaklah dilakukan untuk kerja keseharian.
Oleh karenanya posisi MPR tidaklah sepenuhnya dapat dikatakan sebagai joint session maupun sebagai permanen body. Inilah posisi MPR dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 Perubahan, dan dengan posisi demikian sebenarnya tidaklah perlu diperebutkan adanya ketua MPR. MPR bukanlah sebuah lembaga tetap ataupun lembaga gabungan tetapi lebih diposisikan sebagai sebuah kumpulan wakil-wakil rakyat yang mengatasnamakan majelis rakyat. Dengan demikian seharusnya ketua MPR dapat dijabat secara kolegial dari Ketua DPR dan Ketua DPD yang secara riel tugas dan kerjanya hanyalah saat kedua anggota itu (DPR dan DPD) bergabung melaksanakan kewenangannya, dan hal itu tidaklah dilakukan untuk kerja keseharian.
Kerja keseharian ketua MPR
tidaklah ada, hanyalah mengada-ada. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan fungsi
MPR saat ini, bahwa dengan reposisi MPR sesuai Perubahan UUD 1945 ada pelemahan
fungsi MPR sebagai lembaga negara, karena fungsi MPR saat ini hanyalah
tergantung dari peristiwa-peristiwa insidental yang mungkin terjadi dan kemauan
anggota DPR dan anggota DPD. Kerja keseharian MPR tidaklah ada dan hampir tidak
ada. Rutinitas kerja MPR hanyalah setiap lima tahun sekali untuk melantik
Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemiilihan umum.
MPR bukanlah lembaga yang
berfungsi meminta pertanggungjawaban atas kerja Presiden, karena Presiden
bukanlah mandataris MPR. Keberadaan MPR secara yuridis ada menurut UUD 1945,
namun secara riel sehari-hari MPR tidak ada jika anggota DPR dan anggota DPD
tidak bergabung. MPR bak ”makhluk jin” yang keberadaannya diakui, namun
wujudnya akan menampakkan diri manakala dipenuhi persyaratan tertentu. Itulah
MPR saat ini, antara tiada dan ada. Jika demikian, maka akan lebih baik jika
MPR dibubarkan saja seperti DPA (Dewan Pertimbangan Agung).
B. Tugas dan Wewenang MPR
1. Mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar
MPR berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR
tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Usul pengubahan pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh
sekurangkurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul
pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang
diusulkan diubah beserta alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR.
Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan
persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang
disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh)
hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR
mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk
membahas kelengkapan persyaratan.
Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat
memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah
anggota ditambah 1 (satu) anggota.
2. Melantik
Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
MPR melantik Presiden dan Wakil
Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi,
MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak, namun sejak reformasi
bergulir, kewenangan itu dicabut sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan
tersebut diputuskan dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang memutuskan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, Pasal 6A
ayat (1).
3. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden diusulkan oleh DPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang
paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum
baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden.
Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.
Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.
4. Melantik
Wakil Presiden menjadi Presiden
Jika Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya,
ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
5. Memilih
Wakil Presiden
Dalam hal terjadi kekosongan
Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat
60 (enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang
diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam
masa jabatannya.
6. Memilih
Presiden dan Wakil Presiden
Apabila Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan
sidang paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Dalam hal Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas
kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pertahanan secara bersama-sama.
C. Hak dan kewajiban anggota
Hak anggota
·
Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
·
Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan.
·
Memilih dan dipilih.
·
Membela diri.
·
Imunitas.
·
Protokoler.
·
Keuangan dan administratif.
Kewajiban anggota
·
Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
·
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.
·
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·
Mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
·
Melaksanakan peranan sebagai wakil
rakyat dan wakil daerah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam benak rakyat
Indonesia sudah sangat dikenal dan melekat di hati sanubari hampir seluruh
rakyat Indonesia. Keberadaan MPR sudah dikumandangkan sejak berdirinya Republik
ini dan secara resmi telah disebut dalam UUD 1945. Pada awalnya MPR diposisikan
sebagai lembaga representatif penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan pemegang
kedaulatan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara tertinggi. MPR
berwenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, oleh karenanya
Presiden bertanggungjawab kepada MPR karena Presiden sebagai mandataris MPR.
Lembaga ini juga berwenang merubah dan menetapkan undang-undang dasar, serta
menetapkan garis-garis besar haluan negara.
Pada masa reformasi, posisi MPR telah mengalami reposisi
dengan dilakukannya perubahan UUD 1945. MPR tidak lagi ditempatkan sebagai
lembaga tertinggi negara tetapi berkedudukan sebagai lembaga negara yang
statusnya menjadi tidak jelas antara sebagai joint session ataukah permanent
body. MPR hanyalah sebuah perkumpulan anggota DPR dan anggota DPD yang terjadi
secara rutin untuk 5 tahun sekali atau bila ada kejadian-kejadian insidental
yang menyangkut penyimpangan tugas yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil
Presiden berdasar Undang-Undang Dasar atau bila terjadi hal yang menyebabkan
tidak berfungsinya Presiden dan/atau Wakil Presiden seperti sebab berhalangan
tetap atau sudah tidak memenuhi syarat lagi. Kewenangan MPR yang lain yang
masih dipertahankan adalah MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang- Undang
Dasar. Kewenangan MPR inipun sifatnya insidental, artinya tidak secara rutin
dilakukan dan hanya bila ada kemauan politik saja untuk menjalankan kewenangan
ini. Dengan demikian tugas rutin MPR hanyalah dilakukan setiap 5 tahun sekali,
dan tugas kesehariannya tidak ada, oleh karenanya diusulkan agar MPR dibubarkan
saja seperti halnya DPA.
B. SARAN
Dari
kesimpulan diatas , dapat dikemukaakan saran saran sebagai berikut
Seharusnya MPR menyadari peranannya disuatu Lembaga Negara yang mempunyai salah satu peranan penting seperti tempat menampung asfirasi dari masyarakat luas khususnya.
Kebijakan kebijakan atau wewenag dari MPR tersebut harus sesuai dengan keiginan rakyat itu sendiri dan tidak menyalahgunakan wewenag tersebut untuk hal tidak perlu dilakukan serta terus terfokus dalam menjalani tugas dengan baik untuk mendafat hasil yang baik pula.
Seharusnya MPR menyadari peranannya disuatu Lembaga Negara yang mempunyai salah satu peranan penting seperti tempat menampung asfirasi dari masyarakat luas khususnya.
Kebijakan kebijakan atau wewenag dari MPR tersebut harus sesuai dengan keiginan rakyat itu sendiri dan tidak menyalahgunakan wewenag tersebut untuk hal tidak perlu dilakukan serta terus terfokus dalam menjalani tugas dengan baik untuk mendafat hasil yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Astim, Riyanto. 2007. Kapita Selekta Hukum Dalam Dinamika. Bandung: YAPEMDO.
Dapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www , SmsQQ , com
BalasHapusKeunggulan dari smsqq adalah
*Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
*Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
*Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
*Bonus Setiap Hari Dibagikan
*Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
*Bonus referral 10% + 10%
*Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
*Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )
Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66
Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com
bosku minat daftar langsung aja bosku^^