Sabtu, 05 November 2016

DINAMIKA DALAM KELOMPOK SOSIAL



MAKALAH
SOSIOLOGI




“DINAMIKA DALAM KELOMPOK SOSIAL”

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Anggota :
Rusmana
Nurman
Suheri
Dariah Febriani
Dhea Anarcy
Rani
Linda Sari
Kelas XI IIS 2
SMA NEGERI 1 BATUJAYA
TAHUN AJARAN
2015/2016


KATA PENGANTAR
            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah menciptakan Alam Semesta ini sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam sehari-hari kita sering menjumpai hal-hal yang berhubungan dengan Sosial. Oleh karena itu, dibutuhkan untuk mempelajari dan memahami Dinamika Dalam Kelompok Sosial.
            Dan dengan senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan hidayah –Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah yang sederhana ini.
            Dalam membuat Makalah ini kami mendapat banyak kendala akan tetapi dengan kesabaran dan ketelitian sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik dan tepat pada waktunya.
            Dalam Makalah yang sederhana ini, kami mengharapkan kritikan dan saran-saran yang sifatnya membangun.

Penyusun


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I LATAR BELAKANG......................................................................................... 1
A.    Pengertian Dinamika Kelompok........................................................................... 1
B.     Pembentukan Kelompok Sosial............................................................................ 1
C.     Dinamika Kelompok Sosial.................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2

BAB III PENUTUP......................................................................................................... 8
A.    Kesimpulan........................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ………………………...…………………………………………9



BAB I
LATAR BELAKA|NG

A.    PENGERTIAN DINAMIKA KELOMPOK

Dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami. Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika berati interaksi atau interdependensi antara kelompok satu dengan yang lain, sedangkan Kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.

B.     PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL
Manusia dilahirkan kedunia seorang diri, tetapi kemudian hidup berkelompok dengan keluarganya. Seperti kita ketahui, manusia pertama adamtelah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia lain yaitu istrinya yang bernama hawa. Mereka lalu beranak pinak, terbentuklah keluarga, kelompok sosial, kelompok kekerabatan, masyarakat, bangsa, dan Negara.

1.      Proses Pembentukan Kelompok Sosial
Didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling penting ialah reaksi yang tinbul akibat hubungan-hubungan sosial tersebut. Reaksi yang timbul itu, menyebabkan tindakan dan tanggapan seseorang menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau seseorang mempunyai teman, dia memerlukan reaksi, entah yang berujut pujian atau celaan, yang mendorong munculnya tindakan-tindakn selanjutnya. Sejak dilahirkan, manusia sudah mempunyai hasratatau keinginan pokok, yaitu:
a.       keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dalam masyarakat 
b.      keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
 
2.      Persyaratan atau Faktor-faktor Pembentukan Kelompok Sosial
Terbentuknya kelompok sosial memerlukan persyaratan sebagai berikut:
a.       Setiap anggota kelompok harus menyadari bahwa dirinya merupakan anggota atau bagian dari kelompok sosialnya.
b.      Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya.
c.       Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan di antar mereka bertambah erat.
d.      Kelompok itu berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku yang khas.
e.       Kelompok itu bersistem dan berproses terus menerus

C.    DINAMIKA KELOMPOK SOSIAL
Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis. Setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Untuk meneliti gejala tersebut, perlu ditelaah lebih lanjut perihal dinamika kelompok sosial tersebut. Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih stabil daripada kelompok-kelompok sosial lainnya, atau dengan kata lain, strukturnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang mencolok. Ada pula kelompok-kelompok sosial yang mengalami yang mengalami perubahan-perubahan cepat, walaupun tidak ada pengaruh-pengaruh dari luar. Akan tetapi, pada umumnya, kelompok sosial mengalami perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut karena pengaruh dari luar. Keadaaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antarindividu dalam kelompok atau karena adanya konflik antarbagian kelompok tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri. Ada bagian atau segolongan dalam kelompok itu yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan golongan lainnya; ada kepentingan yang tidak seimbang sehingga timbul ketidakadilan; ada pula perbedaan paham tentang cara-cara memenuhi tujuan kelompok dan lain sebagainya. Semuanya itu mengakibatkan perpecahan di dalam kelompok hingga timbul perubahan struktur. Timbulnya struktur yang baru pada akhirnya juga bertujuan untuk mencapai keadaan yang stabil (di kemudian hari). Tercapainya keadaan stabil paling tidak juga tergantung pada faktor kepemimpinan dan ideologi yang dengan berubahnya struktur, mungkin juga mengalami perubahan-perubahan



BAB II
PEMBAHASAN

1.       Dalam dinamika kelompok sosial di masyarakat, selalu terjadi ancaman dari dalam maupun dari luar. Apa saja ancaman dari dalam maupun dari luar tersebut? Bagaimana cara kelompok sosial menghadapinya?
Ancaman dari dalam salah satunya adalah perpecahan di dalam kelompok hingga timbul perubahan struktur. Timbulnya struktur yang baru pada akhirnya juga bertujuan untuk mencapai keadaaan yang stabil (di kemudian hari). Tercapainya keadaaan stabil paling tidak juga tergantung pada faktor kepemimpinan dan ideologi yang dengan berubahnya struktur, mungkin juga mengalami perubahan-perubahan. Kadang-kadang konflik dalam kelompok sosial dapat dikurangi atau bahkan dihapuskan, misalnya dengan mengadakan “kambing hitam” (scapegoating) atau apabila, umpamanya, kelompok tersebut menghadapi musuh bersama dari luar.
Perubahan struktur kelompok sosial karena sebab-sebab luar pertama-tama perlu diuraikan mengenai perubahan yang disebabkan karena perubahan situasi. Situasi yang dimaksud di sini adalah keadaan di mana kelompok tadi hidup. Perubahan pada situasi dapat pula mengubah struktur kelompok sosial tadi. Ancaman dari luar, misalnya, sering kali merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan struktur kelompok sosial. Situasi membahayakan yang berasal dari luar memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan diri sendiri pada anggota kelompok sosial.
Sebab kedua adalah pergantian anggota-anggota kelompok. Pergantian anggota sesuatu kelompok sosial tidak perlu membawa perubahan struktur kelompok tersebut. Umpamanya personalia suatu pasukan. Angkatan bersenjata sering mengalami pergantian, dan itu tidak selalu mengakibatkan perubahan struktur secara keseluruhan. Akan tetapi, ada pula kelompok-kelompok sosial yang mengalami kegoncangan-kegoncangan apabila ditinggalkan salah seorang anggotanya, apalagi kalau anggota yang bersangkutan mempunyai kedudukan penting, misalnya, dalam suatu keluarga
Penyebab lainnya, yaitu sebab yang ketiga, adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam situasi sosial dan ekonomi. Dalam keadaan depresi misalnya, suatu keluarga akan bersatu untuk menghadapinya, walaupun anggota-anggota keluarga tersebut mempunyai agama ataupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya.

2.       Apa saja hipotesis-hipotesis dalam dinamika kelompok sosial di masyarakat?
Di dalam dinamika kelompok, mungkin terjadi antagonisme antar-kelompok. Apabila terjadi peristiwa tersebut, secara hipotesis prosesnya adalah sebagai berikut:
a.       Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip.
b.      Kontak antara kedua kelompok yang bermusuhan tidak akan mengurangi sikap tindak bermusuhan tersebut.
c.       Tujuan yang harus dicapai dengan kerja sama akan dapat menetralkan sikap tindak bermusuhan.
d.      Di dalam kerja sama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi positif.
Terkait dengan 4 (empat) jenis hipotesis-hipotesis seperti yang dijabarkan diatas, hal-hal tersebut adalah wajar apabila terjadi dinamika dalam kelompok sosial. Semuanya adalah tergantung dari bagaimana kelompok sosial tersebut menyikapinya.
Hipotesis yang ke-1 (satu), mengatakan “Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip”. Dalam satu perspektif proses stereotip, ada konsep ingroups dan luar kelompok. Dari sudut pandang masing-masing individu, ingroups dipandang sebagai normal dan unggul, dan umumnya kelompok bahwa mereka sudah mengasosiasikan dengan, atau bercita-cita untuk bergabung. Outgroup adalah hanya semua kelompok lain. Mereka dianggap sebagai lebih rendah dari atau lebih rendah daripada di-kelompok. Contoh dari ini adalah: orang Asia lebih cerdas daripada orang Amerika. Dalam contoh ini orang Asia dipandang sebagai orang pintar karena sistem pendidikan mereka lebih ketat dibandingkan dengan Amerika.
Perspektif kedua adalah bahwa dari otomatis dan eksplisit atau bawah sadar dan sadar. Stereotip Otomatis atau bawah sadar adalah yang semua orang melakukannya tanpa kita sadari. Stereotip otomatis cepat didahului oleh pemeriksaan eksplisit atau sadar yang memungkinkan waktu untuk koreksi diperlukan. Stereotip otomatis dipengaruhi oleh stereotip eksplisit karena pikiran sadar sering cepat akan berkembang menjadi stereotip bawah sadar.
Sebuah metode ketiga untuk mengkategorikan stereotip adalah jenis umum dan sub-jenis. Stereotip terdiri dari sistem hirarkis yang terdiri dari kelompok besar dan mana yang harus jenis umum dan sub-jenis masing-masing. Jenis umum dapat didefinisikan sebagai stereotip yang luas biasanya dikenal di kalangan orang banyak dan biasanya diterima secara luas, sedangkan subkelompok akan menjadi salah satu beberapa kelompok yang membentuk kelompok umum. Ini akan menjadi lebih spesifik, dan pendapat dari kelompok-kelompok ini akan bervariasi sesuai dengan perspektif yang berbeda.
Keadaan tertentu dapat mempengaruhi cara sebuah stereotip individu. Beberapa ahli teori berpendapat mendukung koneksi konseptual dan pemikiran sendiri yang subjektif seseorang tentang seseorang informasi yang cukup untuk membuat asumsi tentang individu tersebut. Teori lain berpendapat bahwa minimal harus ada hubungan kausal antara keadaan mental dan perilaku untuk membuat asumsi atau stereotip. Dengan demikian hasil dan pendapat dapat bervariasi sesuai dengan keadaan dan teori. Sebuah contoh dari asumsi, umum tidak benar adalah bahwa dengan menganggap karakteristik internal tertentu berdasarkan penampilan luar. Penjelasan untuk tindakan seseorang adalah keadaan internal nya (tujuan, perasaan, kepribadian, sifat, motif, nilai, dan impuls), bukan penampilannya.
Sosiolog Charles E. Hurst, "Salah satu alasan stereotip adalah kurangnya pribadi, keakraban konkret bahwa individu memiliki dengan orang-orang dalam kelompok ras atau etnis lainnya Kurangnya keakraban mendorong lumping bersama-sama individu yang tidak dikenal."
Stereotip fokus pada dan dengan demikian melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok. Persaingan antara kelompok meminimalkan persamaan dan memperbesar perbedaan. Hal ini membuat seolah-olah kelompok sangat berbeda padahal sebenarnya mereka mungkin lebih mirip daripada yang berbeda. Misalnya, di antara Afrika Amerika, identitas sebagai warga negara Amerika lebih menonjol dari latar belakang ras, yaitu Amerika Afrika lebih Amerika dari Afrika

3.       Konflik Antar Kelompok
Konflik antar kelompok mungkin terjadi karena persaingan untuk mendapatkan mata pencaharian hidup yang sama atau terjadi pemaksaan unsur-unsur kebudayaan tertentu. Di samping itu, mungkin ada pemaksaan agama, dominasi politik, atau adanya konflik tradisional yang terpendam. Suatu contoh adalah hubungan antara mayoritas dengan minoritas, dimana rekasi golongan minoritas mungkin dalam bentuk sikap tidak menerima, agresif, menghindari, atau asimilasi.
Masalah dinamika kelompok juga menyangkut gerak atau perilaku kolektif. Gejala tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa, dan beraksi suatu kolektivitas yang serta-merta dan tidak berstruktur. Sebab-sebab suatu kolektiva menjadi agresif antara lain adalah:
1.       Frustasi selama jangka waktu yang lama;
2.       Tersinggung;
3.       Dirugikan;
4.       Ada ancaman dari luar;
5.       Diperlakukan tidak adil;
6.       Terkena pada bidang-bidang kehidupan yang sangat sensitif

4.       Efektifitas kelompok sosial
Karakteristik kelompok yang efektif adalah:
·         Komunikasi dua arah
·         Tujuan kelompok jelas dan diterima oleh anggota
·         Partisipasi merata antar anggota
·         Kepemimpinan didasarkan pada kemampuan dan informasi, buka posisi dan kekuasaan
·         Kesepakatan diupayakan untuk keputusan yang penting
·         Kontroversi dan konflik tidak diabaikan, diingkari atau ditekan
·         Kesejahteraan anggota tidak dikorbankan hanya untuk mencapai tujuan
·         Secara berkala anggota membahas efektivitas kelompok dan mendiskusikan cara memperbaiki fungsinya
Pendapat lain yang mengemukakan tentang efektivitas kelompok adalah sebagai berikut:
a.       Menurut Floyd Ruch
Kelompok yang efektif menurut Floyd Ruch adalah:
1.      Keadaan fisik tempat/kelompok, seperti tersedianya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan anggota.
2.      Rasa aman (Treat reduction), menyangkut ketentraman anggota untuk tinggal di dalam kelompoknya, meliputi: tidak adanya ancaman, tidak ada saling curiga dan tidak ada saling bermusuhan
3.      Distributive leadership (kepemimpinan bergilir), adanya pemindahan kekuasaan untuk pengendalian dan pengawasan terhadap kelompoknya.
4.      Goal formulation (perumusan tujuan), tujuan merupakan tujuan bersama, yang menjadi arah kegiatan bersama, karena tujuan ini merupakan integrasi dari tujuan individu masing-masing
5.      Flexibility (fleksibilitas), segala sesuatu yang menyangkut kelompok dapat mengikuti perubahan yang terjadi tanpa adanya pengorbanan.
6.      Consensus (mufakat), dengan mufakat yang ada dalam kelompok, semua perbedaan pendapat dari anggota dapat teratasi sehingga tercapai keputusan yang memuaskan berbagai pihak.
7.      Process awareness (kesadaran berkelompok), adanya peran, fungsi, dan kegiatan masing-masing anggota dalam kehidupan berkelompok, maka tiap-tiap anggota pasti timbul rasa kesadarannya terhadap kelompoknya, terhadap anggota kelompok, dan pentingnya untuk berorientasi satu sama lain.
8.      Continual evaluation (penilaian yang kontinyu), kelompok yang baik seringkali mengadakan penilaian secara kontinyu terhadap perencanaan kegiatan dan pengawasan kelompok sehingga dapat diketahui tercapai/tidaknya tujuan kelompok.
b.      Menurut Crech dan Curtchfield
1.      Merupakan suatu saluran pemenuhan kebutuhan afiliasi, yaitu kebutuhan berteman, dukungan, dan cinta kasih.
2.      Merupakan suatu sarana mengembangkan, memperkaya, serta memantapkan harga diri dan idealitasnya
3.      Merupakan sarana pencarian kepastian dan pengetes kenyataan kehidupan social
4.      Merupakan sarana untuk memperkuat perasaan aman, tenteram, dan berkuasa atas kemampuannya dalam menghadapi musuh dan ancaman yang sama secara bersama
5.      Merupakan sarana ketika suatu tugas kerja dapat diselesaikan anggota yang menerima beban tanggung jawab, seperti tugas pemberian informasi atau membantu teman yang sakit.


5.       KEPEMIMPINAN DALAM SOSIAL
Dalam suatu organisasi, kelompok atau masyarakat pada umumnya pasti ada pemimpinnya. Bahkan, suatu masyarakat yang ingin berkembang membutuhkan tidak saja adanya pemimpin namun juga bentuk dan tipe kepemimpinan yang mampu mengarahkan dan memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, sekaligus menegakkan aturan main yang telah disepakati oleh kelompok masyarakat tersebut.
Ada korelasi antara tipe kepemimpinan yang berkembang di suatu masyarakat dengan sistem  kepemerintahan dalam masyarakat tersebut. Sebagai contoh, sistem kepemerintahan monarkhi akan mengembangkan tipe kepemimpinan yang menempatkan raja sebagai pemimpin tunggal yang bisa jadi memiliki kecenderungan otoriter.
Secara konseptual Kepemimpinan (leadership) dibedakan dengan Kekepalaan (Headship). Kepemimpinan merupakan  proses interaksi antara seseorang (pemimpin) dengan sekelompok orang yang menyebabkan orang seorang atau kelompok berbuat yang sesuai dengan kehendak pemimpin.
Kepemimpinan yang efektif adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Efektivitas seorang pemimpin mensyaratkan agar pemimpin tersebut memperlakukan orang lain dengan baik, sementara memberikan motivasi agar mereka menunjukkan performa yang tinggi dalam melaksanakan tugas.
Headship lebih mengacu pada hirarkhi pada suatu organisasi yang menyangkut tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang telah ditentukan secara formal. Seorang kepala belum tentu leader, sedangkan seorang leader belum tentu memiliki kedudukan sebagai kepala.
 Konsepsi-konsepsi tentang kepemimpinan digolongkan sebagai berikut :
1.      Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok.
Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam mengontrol proses gejala-gejala sosial.
2.      Kepemimpianan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya.
Konsep kepribadian diperbandingkan dengan beberapa teori yang mencoba menerangkan mengapa beberapa individu lebih mampu untuk mempraktikkan kepemimpinan, mempersamakan kepemimipinan dengan kekuatan kepribadian. seorang individu yang lebih efisien dalam melontarkan rangsangan psikososial terhadap orang lain dan secara efektif mensyaratkan respon secara kolektif dapat disebut sebagai pemimpin. Mengingat bahwa pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan para pengikutnya.


3.      Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku.
Menyatakan bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai tingkah laku seorang individu yang mengarahkan aktivitas kelompok.
4.      Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi.
Beberapa ahli teori terdahulu berusaha untuk menghilangkan adanya kesan pemaksaan dalam definisi kepemimpinan, dan tetap memakai konsep memimpin sebagai faktor yang menentukan di dalam hubungannya dengan para pengikutnya. Dalam kerangka ini tampaknya lebih tepat menggunakan konsep persuasi. Schenk (1928) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan inspirasi daripada melalui pemaksaan langsung. Hal ini melibatkan penerapan pengetahuan mengenai faktor manusia dalam memecahkan masalah yang kongkrit. Menurut Cleeton dan Mason (1934), kepemimpinan mengidentifikasikan adanya kemampuan mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa aman dengan melalui pendekatan secara emosional daripada melalui penggunaan otoriter.
5.      Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan.
Kepemimpinan sebagai tipe hubungan kekuasaan yang berciri persepsi anggota kelompok tentang hak anggota kelompok untuk menentukan pola tingkah laku yang sesuai dengan aktivitas kelompok. Jadi, kekuasaan dipandang sebagai suatu bentuk dari hubungan saling pengaruh mempengaruhi.
6.      Kepemimpinan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Pemimpin adalah individu yang memiliki program / rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti
7.      Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi.
menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses sosial, yang merupakan interstimulasi sosial menjadi penyebab penggantian tujuan lam menjadi tujuan baru beberapa individu dengan tetap menjaga perbedaan posisi masing-masing.
8.      Kepemimpinan sebagi pembeda peran.
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari Sosiologi modern ialah perkembangan dari teori peran (role theory). Setiap anggota suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, begitu pula halnya dengan lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi. Dalam setiap posisi, individu diharapkan memainkan peran tertentu. 
CIRI- CIRI KEPEMIMPINAN
Ada delapan ciri kepemimpinan, yaitu :
1.      Kesehatan yang memadai, kekuatan pribadi, dan ketahanan fisik.
2.      Memahami tugas pokok (mission), komitmen pribadi terhadap kegiatan atau tujuan bersama, memiliki rasa percaya diri.
3.      Memiliki perhatian kepada orang lain, ramah-tamah, memperhatikan masalah orang lain.
4.      Intelejensi, seorang pemimpin tidak harus seorang ahli yang memiliki pengetahuan tentang segala hal secara mendalam, tetapi yang penting dia harus memiliki commonsense yan baik, artinya : kemampuan yang siap dan cepat untuk memahami unsur-unsur yang ensensiil dari informasi yang di perlukan, serta kapasitas untuk mengunakan pengetahuan.
5.      Integritas, yaitu memahami kewajiban moral dan kejujuran, kemauan untuk menjadikan pencapaian sesuatu sebagai hasil bersama, kemampuan untuk menentukan standar tingkah laku pribadi dan resmi yang akan menghasilkan sikap hormat dari orang lain.
6.      Sikap persuasif, yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain untuk menerima keputusan-keputusannya.
7.      Kritis, yaitu kemempuan untuk mengetahui kekuatan orang yang bekerja dengannya dan bagaimana memperoleh kemanfaatannya secara maksimal bagi organisasi.
8.      Kesetiaan, yaitu perhatian penuh kepada kegiatan bersama dan juga kepada orang-orang yang bekerja dengannnya, serta semangat mempertahankan kelompoknya terhadap serangan dari luar.
Roeslan Abdulgani menambahkan bahwa persyaratan kepemimpinan menyangkut bidang perwatakan, kepribadian kejiwaan, ilmu pengetahuan, kecakapan dan tingah laku. Kesemuanya ini berpusat pada satu inti persoalan kepemimpinan, yaitu : harus dimilikinya kelebihan-kelebihan dibanding dengan mereka yang dipimpin. Kelebihan tersebut menurut Abdulgani meliputi tiga hal sebagai berikut :
1.      Kelebihan dalam moral dan akhlak.
2.      Kelebihan dalan jiwa dan semangat.
3.      Kelebihan dalam ketetunan dan keuletan jasmaniah.


BAB III
KESIMPULAN

Dalam dinamika sosial di masyarakat, setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Perkembangan serta perubahan tersebut bisa disebabkan oleh faktor dari luar dan faktor dari dalam. Perubahan dalam setiap kelompok sosial, ada yang mengalami perubahan secara lambat, namun ada pula yang mengalami perubahan secara cepat.



BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
Febriana, Alvi. “Makalah (isi)” Scribd. 5 Juni 2012 http://www.scribd.com/doc/57623181/Makalah-Isi
Hurst, Charles E. Sosial Ketimpangan: Formulir, Penyebab, dan Perbedaan. (Boston: Pearson Education, Inc, 2007)
Brewer, M (1979). "Dalam kelompok bias dalam situasi antar kelompok minimal: Sebuah analisis kognitif-motivasi" Psychological Bulletin 86 (2): 307-324
McAndrew, FT; Akande, A (1995). "Afrika Amerika keturunan Afrika dan Eropa" Jurnal Psikologi Sosial 135 (5)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar