MAKALAH
SOSIOLOGI
“DINAMIKA DALAM KELOMPOK SOSIAL”
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Anggota :
Rusmana
Nurman
Suheri
Dariah Febriani
Dhea Anarcy
Rani
Linda Sari
Kelas XI IIS 2
SMA NEGERI 1 BATUJAYA
TAHUN AJARAN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah menciptakan
Alam Semesta ini sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam
sehari-hari kita sering menjumpai hal-hal yang berhubungan dengan Sosial. Oleh
karena itu, dibutuhkan untuk mempelajari dan memahami Dinamika Dalam Kelompok
Sosial.
Dan dengan senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah –Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah yang
sederhana ini.
Dalam membuat Makalah ini kami mendapat banyak kendala akan tetapi dengan
kesabaran dan ketelitian sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik dan
tepat pada waktunya.
Dalam Makalah yang sederhana ini, kami mengharapkan kritikan dan saran-saran
yang sifatnya membangun.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I LATAR BELAKANG......................................................................................... 1
A.
Pengertian Dinamika Kelompok........................................................................... 1
B.
Pembentukan Kelompok Sosial............................................................................ 1
C.
Dinamika Kelompok Sosial.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 8
A.
Kesimpulan........................................................................................................... 8
DAFTAR
PUSTAKA ………………………...…………………………………………9
BAB I
LATAR BELAKA|NG
A.
PENGERTIAN
DINAMIKA KELOMPOK
Dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang terdiri dari
dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara
anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami.
Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika berati
interaksi atau interdependensi antara kelompok satu dengan yang lain, sedangkan
Kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan
bersama.
B. PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL
Manusia dilahirkan kedunia seorang diri, tetapi kemudian
hidup berkelompok dengan keluarganya. Seperti kita ketahui, manusia
pertama adamtelah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia lain yaitu
istrinya yang bernama hawa. Mereka lalu beranak pinak, terbentuklah
keluarga, kelompok sosial, kelompok kekerabatan, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
1. Proses Pembentukan Kelompok Sosial
Didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang
paling penting ialah reaksi yang tinbul akibat hubungan-hubungan sosial
tersebut. Reaksi yang timbul itu, menyebabkan tindakan dan tanggapan seseorang
menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau seseorang mempunyai teman, dia
memerlukan reaksi, entah yang berujut pujian atau celaan, yang mendorong
munculnya tindakan-tindakn selanjutnya. Sejak dilahirkan, manusia sudah
mempunyai hasratatau keinginan pokok, yaitu:
a.
keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dalam
masyarakat
b.
keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya.
2. Persyaratan atau Faktor-faktor Pembentukan Kelompok
Sosial
Terbentuknya kelompok sosial memerlukan persyaratan sebagai berikut:
a.
Setiap anggota kelompok harus menyadari bahwa dirinya
merupakan anggota atau bagian dari kelompok sosialnya.
b.
Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan
anggota lainnya.
c.
Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan
di antar mereka bertambah erat.
d.
Kelompok itu berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola
perilaku yang khas.
e.
Kelompok itu bersistem dan berproses terus menerus
C. DINAMIKA KELOMPOK SOSIAL
Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis. Setiap
kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Untuk meneliti
gejala tersebut, perlu ditelaah lebih lanjut perihal dinamika kelompok sosial
tersebut. Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih stabil daripada
kelompok-kelompok sosial lainnya, atau dengan kata lain, strukturnya tidak
mengalami perubahan-perubahan yang mencolok. Ada pula kelompok-kelompok sosial
yang mengalami yang mengalami perubahan-perubahan cepat, walaupun tidak ada
pengaruh-pengaruh dari luar. Akan tetapi, pada umumnya, kelompok sosial
mengalami perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari
pola-pola di dalam kelompok tersebut karena pengaruh dari luar. Keadaaan yang
tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antarindividu dalam
kelompok atau karena adanya konflik antarbagian kelompok tersebut sebagai
akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu
sendiri. Ada bagian atau segolongan dalam kelompok itu yang ingin merebut
kekuasaan dengan mengorbankan golongan lainnya; ada kepentingan yang tidak
seimbang sehingga timbul ketidakadilan; ada pula perbedaan paham tentang
cara-cara memenuhi tujuan kelompok dan lain sebagainya. Semuanya itu
mengakibatkan perpecahan di dalam kelompok hingga timbul perubahan struktur.
Timbulnya struktur yang baru pada akhirnya juga bertujuan untuk mencapai
keadaan yang stabil (di kemudian hari). Tercapainya keadaan stabil paling tidak
juga tergantung pada faktor kepemimpinan dan ideologi yang dengan berubahnya
struktur, mungkin juga mengalami perubahan-perubahan
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Dalam dinamika
kelompok sosial di masyarakat, selalu terjadi ancaman dari dalam maupun dari
luar. Apa saja ancaman dari dalam maupun dari luar tersebut? Bagaimana cara
kelompok sosial menghadapinya?
Ancaman dari dalam salah satunya adalah perpecahan di dalam kelompok hingga
timbul perubahan struktur. Timbulnya struktur yang baru pada akhirnya juga
bertujuan untuk mencapai keadaaan yang stabil (di kemudian hari). Tercapainya
keadaaan stabil paling tidak juga tergantung pada faktor kepemimpinan dan
ideologi yang dengan berubahnya struktur, mungkin juga mengalami
perubahan-perubahan. Kadang-kadang konflik dalam kelompok sosial dapat
dikurangi atau bahkan dihapuskan, misalnya dengan mengadakan “kambing hitam” (scapegoating) atau apabila, umpamanya,
kelompok tersebut menghadapi musuh bersama dari luar.
Perubahan
struktur kelompok sosial karena sebab-sebab luar pertama-tama perlu diuraikan
mengenai perubahan yang disebabkan karena perubahan situasi. Situasi yang
dimaksud di sini adalah keadaan di mana kelompok tadi hidup. Perubahan pada
situasi dapat pula mengubah struktur kelompok sosial tadi. Ancaman dari luar,
misalnya, sering kali merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan
struktur kelompok sosial. Situasi membahayakan yang berasal dari luar
memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan
diri sendiri pada anggota kelompok sosial.
Sebab kedua
adalah pergantian anggota-anggota kelompok. Pergantian anggota sesuatu kelompok
sosial tidak perlu membawa perubahan struktur kelompok tersebut. Umpamanya
personalia suatu pasukan. Angkatan bersenjata sering mengalami pergantian, dan
itu tidak selalu mengakibatkan perubahan struktur secara keseluruhan. Akan
tetapi, ada pula kelompok-kelompok sosial yang mengalami
kegoncangan-kegoncangan apabila ditinggalkan salah seorang anggotanya, apalagi
kalau anggota yang bersangkutan mempunyai kedudukan penting, misalnya, dalam
suatu keluarga
Penyebab
lainnya, yaitu sebab yang ketiga, adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam
situasi sosial dan ekonomi. Dalam keadaan depresi misalnya, suatu keluarga akan
bersatu untuk menghadapinya, walaupun anggota-anggota keluarga tersebut
mempunyai agama ataupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya.
2.
Apa saja
hipotesis-hipotesis dalam dinamika kelompok sosial di masyarakat?
Di dalam dinamika kelompok, mungkin terjadi antagonisme antar-kelompok.
Apabila terjadi peristiwa tersebut, secara hipotesis prosesnya adalah sebagai
berikut:
a.
Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip.
b.
Kontak antara kedua kelompok yang bermusuhan tidak akan
mengurangi sikap tindak bermusuhan tersebut.
c.
Tujuan yang harus dicapai dengan kerja sama akan dapat
menetralkan sikap tindak bermusuhan.
d.
Di dalam kerja sama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi positif.
Terkait dengan 4 (empat) jenis hipotesis-hipotesis
seperti yang dijabarkan diatas, hal-hal tersebut adalah wajar apabila terjadi
dinamika dalam kelompok sosial. Semuanya adalah tergantung dari bagaimana
kelompok sosial tersebut menyikapinya.
Hipotesis yang ke-1 (satu), mengatakan “Bila dua kelompok
bersaing, maka akan timbul stereotip”. Dalam satu perspektif proses stereotip,
ada konsep ingroups dan luar kelompok. Dari sudut pandang masing-masing
individu, ingroups dipandang sebagai normal dan unggul, dan umumnya kelompok
bahwa mereka sudah mengasosiasikan dengan, atau bercita-cita untuk bergabung.
Outgroup adalah hanya semua kelompok lain. Mereka dianggap sebagai lebih rendah
dari atau lebih rendah daripada di-kelompok. Contoh dari ini adalah: orang Asia
lebih cerdas daripada orang Amerika. Dalam contoh ini orang Asia dipandang
sebagai orang pintar karena sistem pendidikan mereka lebih ketat dibandingkan
dengan Amerika.
Perspektif kedua adalah bahwa dari otomatis dan eksplisit
atau bawah sadar dan sadar. Stereotip Otomatis atau bawah sadar adalah yang
semua orang melakukannya tanpa kita sadari. Stereotip otomatis cepat didahului
oleh pemeriksaan eksplisit atau sadar yang memungkinkan waktu untuk koreksi
diperlukan. Stereotip otomatis dipengaruhi oleh stereotip eksplisit karena
pikiran sadar sering cepat akan berkembang menjadi stereotip bawah sadar.
Sebuah metode ketiga untuk mengkategorikan stereotip
adalah jenis umum dan sub-jenis. Stereotip terdiri dari sistem hirarkis yang
terdiri dari kelompok besar dan mana yang harus jenis umum dan sub-jenis
masing-masing. Jenis umum dapat didefinisikan sebagai stereotip yang luas
biasanya dikenal di kalangan orang banyak dan biasanya diterima secara luas,
sedangkan subkelompok akan menjadi salah satu beberapa kelompok yang membentuk
kelompok umum. Ini akan menjadi lebih spesifik, dan pendapat dari kelompok-kelompok
ini akan bervariasi sesuai dengan perspektif yang berbeda.
Keadaan
tertentu dapat mempengaruhi cara sebuah stereotip individu. Beberapa ahli teori
berpendapat mendukung koneksi konseptual dan pemikiran sendiri yang subjektif
seseorang tentang seseorang informasi yang cukup untuk membuat asumsi tentang
individu tersebut. Teori lain berpendapat bahwa minimal harus ada hubungan
kausal antara keadaan mental dan perilaku untuk membuat asumsi atau stereotip.
Dengan demikian hasil dan pendapat dapat bervariasi sesuai dengan keadaan dan
teori. Sebuah contoh dari asumsi, umum tidak benar adalah bahwa dengan
menganggap karakteristik internal tertentu berdasarkan penampilan luar.
Penjelasan untuk tindakan seseorang adalah keadaan internal nya (tujuan,
perasaan, kepribadian, sifat, motif, nilai, dan impuls), bukan penampilannya.
Sosiolog
Charles E. Hurst, "Salah satu alasan stereotip adalah kurangnya pribadi,
keakraban konkret bahwa individu memiliki dengan orang-orang dalam kelompok ras
atau etnis lainnya Kurangnya keakraban mendorong lumping bersama-sama individu
yang tidak dikenal."
Stereotip
fokus pada dan dengan demikian melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok.
Persaingan antara kelompok meminimalkan persamaan dan memperbesar perbedaan. Hal ini membuat seolah-olah kelompok sangat berbeda padahal
sebenarnya mereka mungkin lebih mirip daripada yang berbeda. Misalnya, di
antara Afrika Amerika, identitas sebagai warga negara
Amerika lebih menonjol dari latar belakang ras, yaitu Amerika Afrika lebih Amerika
dari Afrika
3.
Konflik Antar Kelompok
Konflik antar kelompok mungkin terjadi karena persaingan
untuk mendapatkan mata pencaharian hidup yang sama atau terjadi pemaksaan
unsur-unsur kebudayaan tertentu. Di samping itu, mungkin ada pemaksaan agama,
dominasi politik, atau adanya konflik tradisional yang terpendam. Suatu contoh
adalah hubungan antara mayoritas dengan minoritas, dimana rekasi golongan
minoritas mungkin dalam bentuk sikap tidak menerima, agresif, menghindari, atau
asimilasi.
Masalah dinamika kelompok juga menyangkut gerak atau
perilaku kolektif. Gejala tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa, dan
beraksi suatu kolektivitas yang serta-merta dan tidak berstruktur. Sebab-sebab
suatu kolektiva menjadi agresif antara lain adalah:
1.
Frustasi selama jangka waktu yang lama;
2.
Tersinggung;
3.
Dirugikan;
4.
Ada ancaman dari luar;
5.
Diperlakukan tidak adil;
6.
Terkena pada bidang-bidang kehidupan yang sangat sensitif
4.
Efektifitas
kelompok sosial
Karakteristik kelompok yang efektif
adalah:
·
Komunikasi dua arah
·
Tujuan kelompok jelas dan diterima
oleh anggota
·
Partisipasi merata antar anggota
·
Kepemimpinan didasarkan pada
kemampuan dan informasi, buka posisi dan kekuasaan
·
Kesepakatan diupayakan untuk
keputusan yang penting
·
Kontroversi dan konflik tidak diabaikan,
diingkari atau ditekan
·
Kesejahteraan anggota tidak dikorbankan
hanya untuk mencapai tujuan
·
Secara berkala anggota membahas
efektivitas kelompok dan mendiskusikan cara memperbaiki fungsinya
Pendapat lain yang mengemukakan
tentang efektivitas kelompok adalah sebagai berikut:
a.
Menurut Floyd Ruch
Kelompok yang efektif menurut Floyd Ruch adalah:
1.
Keadaan fisik tempat/kelompok,
seperti tersedianya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan anggota.
2.
Rasa aman (Treat reduction),
menyangkut ketentraman anggota untuk tinggal di dalam kelompoknya, meliputi:
tidak adanya ancaman, tidak ada saling curiga dan tidak ada saling bermusuhan
3.
Distributive leadership
(kepemimpinan bergilir), adanya pemindahan kekuasaan untuk pengendalian dan pengawasan
terhadap kelompoknya.
4.
Goal formulation (perumusan tujuan),
tujuan merupakan tujuan bersama, yang menjadi arah kegiatan bersama, karena
tujuan ini merupakan integrasi dari tujuan individu masing-masing
5.
Flexibility (fleksibilitas), segala
sesuatu yang menyangkut kelompok dapat mengikuti perubahan yang terjadi tanpa
adanya pengorbanan.
6.
Consensus (mufakat), dengan mufakat
yang ada dalam kelompok, semua perbedaan pendapat dari anggota dapat teratasi
sehingga tercapai keputusan yang memuaskan berbagai pihak.
7.
Process awareness (kesadaran
berkelompok), adanya peran, fungsi, dan kegiatan masing-masing anggota dalam
kehidupan berkelompok, maka tiap-tiap anggota pasti timbul rasa kesadarannya
terhadap kelompoknya, terhadap anggota kelompok, dan pentingnya untuk
berorientasi satu sama lain.
8.
Continual evaluation (penilaian yang
kontinyu), kelompok yang baik seringkali mengadakan penilaian secara kontinyu
terhadap perencanaan kegiatan dan pengawasan kelompok sehingga dapat diketahui
tercapai/tidaknya tujuan kelompok.
b.
Menurut Crech dan Curtchfield
1.
Merupakan suatu saluran pemenuhan
kebutuhan afiliasi, yaitu kebutuhan berteman, dukungan, dan cinta kasih.
2.
Merupakan suatu sarana
mengembangkan, memperkaya, serta memantapkan harga diri dan idealitasnya
3.
Merupakan sarana pencarian kepastian
dan pengetes kenyataan kehidupan social
4.
Merupakan sarana untuk memperkuat
perasaan aman, tenteram, dan berkuasa atas kemampuannya dalam menghadapi musuh
dan ancaman yang sama secara bersama
5.
Merupakan sarana ketika suatu tugas
kerja dapat diselesaikan anggota yang menerima beban tanggung jawab, seperti
tugas pemberian informasi atau membantu teman yang sakit.
Dalam suatu organisasi, kelompok atau masyarakat pada
umumnya pasti ada pemimpinnya. Bahkan, suatu masyarakat yang ingin berkembang
membutuhkan tidak saja adanya pemimpin namun juga bentuk dan tipe kepemimpinan
yang mampu mengarahkan dan memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat,
sekaligus menegakkan aturan main yang telah disepakati oleh kelompok masyarakat
tersebut.
Ada
korelasi antara tipe kepemimpinan yang berkembang di suatu masyarakat dengan
sistem kepemerintahan dalam masyarakat tersebut. Sebagai contoh, sistem
kepemerintahan monarkhi akan mengembangkan tipe kepemimpinan yang menempatkan
raja sebagai pemimpin tunggal yang bisa jadi memiliki kecenderungan otoriter.
Secara
konseptual Kepemimpinan (leadership) dibedakan dengan Kekepalaan (Headship).
Kepemimpinan merupakan proses interaksi antara seseorang (pemimpin)
dengan sekelompok orang yang menyebabkan orang seorang atau kelompok berbuat
yang sesuai dengan kehendak pemimpin.
Kepemimpinan
yang efektif adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
Efektivitas seorang pemimpin mensyaratkan agar pemimpin tersebut memperlakukan
orang lain dengan baik, sementara memberikan motivasi agar mereka menunjukkan
performa yang tinggi dalam melaksanakan tugas.
Headship lebih mengacu pada hirarkhi pada suatu organisasi yang
menyangkut tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang telah ditentukan secara
formal. Seorang kepala belum tentu leader, sedangkan seorang leader
belum tentu memiliki kedudukan sebagai kepala.
Konsepsi-konsepsi
tentang kepemimpinan digolongkan sebagai berikut :
1. Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok.
Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa
individu dalam kelompok, dalam mengontrol proses gejala-gejala sosial.
2. Kepemimpianan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya.
Konsep
kepribadian diperbandingkan dengan beberapa teori yang mencoba menerangkan
mengapa beberapa individu lebih mampu untuk mempraktikkan kepemimpinan,
mempersamakan kepemimipinan dengan kekuatan kepribadian. seorang individu yang
lebih efisien dalam melontarkan rangsangan psikososial terhadap orang lain dan
secara efektif mensyaratkan respon secara kolektif dapat disebut sebagai
pemimpin. Mengingat bahwa pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu
yang membedakan dirinya dengan para pengikutnya.
3. Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku.
Menyatakan bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
tingkah laku seorang individu yang mengarahkan aktivitas kelompok.
4. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi.
Beberapa ahli teori terdahulu berusaha untuk menghilangkan
adanya kesan pemaksaan dalam definisi kepemimpinan, dan tetap memakai konsep
memimpin sebagai faktor yang menentukan di dalam hubungannya dengan para
pengikutnya. Dalam kerangka ini tampaknya lebih tepat menggunakan konsep
persuasi. Schenk (1928) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pengelolaan
manusia melalui persuasi dan inspirasi daripada melalui pemaksaan langsung. Hal
ini melibatkan penerapan pengetahuan mengenai faktor manusia dalam memecahkan
masalah yang kongkrit. Menurut Cleeton dan Mason (1934), kepemimpinan
mengidentifikasikan adanya kemampuan mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa
aman dengan melalui pendekatan secara emosional daripada melalui penggunaan
otoriter.
5. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan.
Kepemimpinan sebagai tipe hubungan kekuasaan yang berciri
persepsi anggota kelompok tentang hak anggota kelompok untuk menentukan pola
tingkah laku yang sesuai dengan aktivitas kelompok. Jadi, kekuasaan dipandang
sebagai suatu bentuk dari hubungan saling pengaruh mempengaruhi.
6. Kepemimpinan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Pemimpin adalah individu yang memiliki program / rencana dan
bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti
7. Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi.
menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses sosial,
yang merupakan interstimulasi sosial menjadi penyebab penggantian tujuan lam
menjadi tujuan baru beberapa individu dengan tetap menjaga perbedaan posisi
masing-masing.
8. Kepemimpinan sebagi pembeda peran.
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari Sosiologi
modern ialah perkembangan dari teori peran (role theory). Setiap anggota
suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, begitu pula halnya dengan
lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi. Dalam setiap posisi, individu
diharapkan memainkan peran tertentu.
CIRI-
CIRI KEPEMIMPINAN
Ada delapan ciri kepemimpinan, yaitu
:
1. Kesehatan yang memadai, kekuatan pribadi, dan ketahanan
fisik.
2. Memahami tugas pokok (mission), komitmen pribadi
terhadap kegiatan atau tujuan bersama, memiliki rasa percaya diri.
3. Memiliki perhatian kepada orang lain, ramah-tamah,
memperhatikan masalah orang lain.
4. Intelejensi, seorang pemimpin tidak harus seorang ahli yang
memiliki pengetahuan tentang segala hal secara mendalam, tetapi yang penting
dia harus memiliki commonsense yan baik, artinya : kemampuan yang siap
dan cepat untuk memahami unsur-unsur yang ensensiil dari informasi yang di
perlukan, serta kapasitas untuk mengunakan pengetahuan.
5. Integritas, yaitu memahami kewajiban moral dan kejujuran,
kemauan untuk menjadikan pencapaian sesuatu sebagai hasil bersama, kemampuan
untuk menentukan standar tingkah laku pribadi dan resmi yang akan menghasilkan
sikap hormat dari orang lain.
6. Sikap persuasif, yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain
untuk menerima keputusan-keputusannya.
7. Kritis, yaitu kemempuan untuk mengetahui kekuatan orang yang
bekerja dengannya dan bagaimana memperoleh kemanfaatannya secara maksimal bagi
organisasi.
8. Kesetiaan, yaitu perhatian penuh kepada kegiatan bersama dan
juga kepada orang-orang yang bekerja dengannnya, serta semangat mempertahankan
kelompoknya terhadap serangan dari luar.
Roeslan Abdulgani menambahkan bahwa
persyaratan kepemimpinan menyangkut bidang perwatakan, kepribadian kejiwaan,
ilmu pengetahuan, kecakapan dan tingah laku. Kesemuanya ini berpusat pada satu
inti persoalan kepemimpinan, yaitu : harus dimilikinya kelebihan-kelebihan
dibanding dengan mereka yang dipimpin. Kelebihan tersebut menurut Abdulgani
meliputi tiga hal sebagai berikut :
1. Kelebihan dalam moral dan akhlak.
2. Kelebihan dalan jiwa dan semangat.
3. Kelebihan dalam ketetunan dan keuletan jasmaniah.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam dinamika sosial di masyarakat, setiap kelompok
sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Perkembangan serta
perubahan tersebut bisa disebabkan oleh faktor dari luar dan faktor dari dalam.
Perubahan dalam setiap kelompok sosial, ada yang mengalami perubahan secara
lambat, namun ada pula yang mengalami perubahan secara cepat.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
Hurst, Charles E. Sosial Ketimpangan: Formulir, Penyebab, dan Perbedaan. (Boston: Pearson Education, Inc, 2007)
Brewer, M (1979). "Dalam kelompok bias dalam situasi antar
kelompok minimal: Sebuah analisis kognitif-motivasi" Psychological
Bulletin 86 (2): 307-324
McAndrew, FT; Akande, A (1995).
"Afrika Amerika keturunan Afrika dan Eropa" Jurnal Psikologi
Sosial 135 (5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar