MAKALAH
IPS
“MOBILITAS SOSIAL”
Disusun Oleh :
KARTIKA
KELAS IX
MTS MATHLAUL ANWAR
TAHUN 2014 – 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah Ilimu Pengetahuan Sosial yang berjudul “MOBILITAS SOSIAL” tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin
Pisangsambo,
September 2015
PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Batasan Masalah................................................................................................... 1
D. Tujuan................................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................ 2
A. Pengertian Mobilitas Sosial................................................................................... 2
B. Sifat Diluar Mobilitas Sosial................................................................................. 2
C. Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial............................................................................ 3
D. Konsekuensi Mobilats Sosial................................................................................ 4
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial..............................................
Saluran Mobilitas Sosial
F.
BAB I
PENDAHULUAN
Objek Ilmu sosial adalah masyarakat.
Fenomena sosial yang disebut dengan istilah mobilitas kini telah menjadi
sasaran penelitian sosial yang semakin menarik.
Keinginan
untuk mencapai status dan penghasilan yang lebih tinggi dari apa yang pernah
dicapai oleh orang tua seseorang, merupakan impian setiap orang. Keinginan-keinginan
itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak
terbatas.
Pada masyarakat modern sering kita jumpai fenomena-fenomena
keinginan untuk pencapaian status sosial maupun penghasilan yang
lebih tinggi. Hal tersebut merupakan pendorong masyarakat untuk melakukan
mobilitas sosial demi tercapainya kesejahterahan hidup. Namun pada kenyataannya
mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat tidak hanya bersifat naik ke
tingkat yang lebih tinggi, akan tetapi banyak mobilitas sosial turun tanpa
direncanakan. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas dan menjabarkan
tentang Mobilitas Sosial.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah mobilitas sosial dalam makalah ini sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian mobilitas sosial?
2.
Apa sifat dasar mobilitas sosial?
3.
Apa saja bentuk-bentuk dari
mobilitas sosial?
4.
Apa konsekuensi mobilitas sosial?
5.
Apa faktor-faktor yang
mempengaruhi mobilitas sosial?
6.
Apa saluran mobilitas sosial?
7.
Bagaimana dampak dari adanya
mobilitas sosial?
C.
Batasan Masalah
Adapun
batasan masalah mobilitas sosial dalam makalah ini meliputi:
1.
Pengertian mobilitas social
2.
Sifat dasar mobilitas social
3.
Bentuk-bentuk mobilitas social
4.
Konsekuensi mobillitas social
5.
Faktor -faktor yang mempengaruhi
mobilitas social
6.
Saluran mobilitas social
7.
Dampak mobilitas sosial
D.
Tujuan
Pemaparan
makalah ini bertujuan:
1.
Mengetahui pengertian mobilitas social
2.
Mengetahui sifat dasar mobilitas social
3.
Mengetahui bentuk-bentuk dari
mobilitas social
4.
Mengetahui konsekuensi mobilitas social
5.
Mengetahui faktor -faktor yang
mempengaruhi mobilitas social
6.
Mengetahui saluran mobilitas social
7.
Mengetahui dampak dari adanya
mobilitas sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mobilitas Sosial
Mobilitas
berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah
dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata
sosial yang ada pada istilah tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan
seseorang atau sekelompok warga dalam kelompok sosial. Mobilitas Sosial (Gerakan
sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan
peran anggotanya
Ada
beberapa pendapat para ahli tentang pengertian Mobilitas Sosial, di antaranya:
1.
Menurut Kimball Young dan Raymond W.
Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola
tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial
mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara
individu dengan kelompoknya[1].
2.
William Kornblum (1918: 172),
Mobilitas sosial adalah perpindahan individu-individu, keluarga-keluarga, dan
kelompok sosialnya dari satu lapisan ke lapisan sosial lainnya.
3.
Michael S. Bassis (1988: 276),
Mobilitas sosial adalah perpindahan ke atas atau ke bawah lingkungan sosial
ekonomi yang mengubah status sosial seseorang dalam masyarakat.
4.
H. Edward Ransfrod (Sunarto, 2001:
108), Mobilitas sosial adalah perpindahan ke atas atau ke bawah dalam
lingkungan sosial secara hirarki.
5.
Paul B. Horton, mobilitas sosial
adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya
atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya.
Jadi, mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang
atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Misalnya,
seorang gur yang tidak puas dengan pendapatannya beralih pekerjaan
menjadi seorang pengusaha properti dan berhasil dengan gemilang.
B.
Sifat Dasar Mobilitas Sosial
Masyarakat
yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas
yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah
masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.
Pada
masyarakat berkasta yang sifatnya tertutup, hampir tak ada gerak sosial karena
kedudukan seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan, pendidikan
dan seluruh pola hidupnya. Karena struktur sosial masyarakatnya tidak
memberikan peluang untuk mengadakan perubahan.
Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak dicapai
tergantung pada usaha dan kemampuan individu. Memang benar bahwa anak seorang
camat mempunyai peluang yang lebih baik dan lebih besar daripada anak seorang
penjual tomat. Akan tetapi, kebudayaan dalam masyarakat tidak menutup
kemungkinan bagi anak penjual tomat untuk memperoleh kedudukan yang lebih
tinggi dari kedudukan yang semula dipunyainya.Seperti Chairul Tanjung, Dahlan
Iskan, dll. Namun kenyataan tidaklah seideal itu. Dalam masyarakat selalu ada hambatan
dan kesulitan-kesulitan, misalnya birokrasi (dalam arti yang kurang baik),
biaya, kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat, dan lain sebagainya[2]
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar
belakang sosial para individu berbeda, maka mereka tetap dapat merasa mempunyai
hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat
mobilitas sosial rendah, maka tentu saja kebanyakan orang akan terkungkung
dalam status para nenek moyang mereka.
C.
Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial
Dilihat
dari arah pergerakannya terdapat dua bentuk mobilitas sosial , yaitu mobilitas
sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal.
Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan lagi menjadi
social sinking dan social climbing.
Sedangkan mobilitas horizontal dibedakan menjadi mobilitas
sosial antar wilayah (geografis) dan mobilitas antar generasi.
1.
Mobilitas vertical
Mobilitas
Vertikal : adalah perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau
sekelompok orang pada lapisan sosial yang tidak sederajat (berbeda). Mobilitas
vertikal mempunyai dua bentuk yang utama :
a.
Mobilitas vertikal keatas (Social
Climbing)
Sosial
climbing adalah mobilitas yang terjadi karena adanya peningkatan status atau
kedudukan seseorang Sosial climbing memiliki dua bentuk, yaitu :
1) Naiknya orang-orang berstatus sosial rendah ke status sosial
yang lebih tinggi, dimana status itu telah tersedia. Contoh: A adalah dosen
biasa di salah satu Perguruan Tinggi, karena memenuhi persyaratan, ia diangkat
menjadi dekan fakultas
2) Terbentuknya suatu kelompok baru yang lebih tinggi dari pada
lapisan sosial yang sudah ada. Contoh: Pembentukan organisasi baru memungkinkan
seseorang untuk menjadi ketua dari organisasi baru tersebut, sehingga status
sosialnya naik. Seperti seorang anggota partai yang mendirikan partai baru dan
dia menjadi ketua.
Adapun
penyebab sosial climbing adalah sebagai berikut :
-
Melakukan peningkatan prestasi
kerja
-
Menggantikan kedudukan yang kosong
akibat adanya proses peralihan generasi
b.
Mobilitas vertikal ke bawah (Social
sinking)
Sosial
sinking merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang. Proses
sosial sinking sering kali menimbulkan gejolak psikis bagi seseorang karena ada
perubahan pada hak dan kewajibannya.
Social
sinking dibedakan menjadi dua bentuk :
1)
Turunnya kedudukan seseorang ke
kedudukan lebih rendah. Contoh: seorang prajurit dipecat karena melakukan
tidakan pelanggaran berat ketika melaksanakan tugasnya.
2)
Tidak dihargainya lagi suatu
kedudukan sebagai lapisan sosial. Contoh Kepala daerah yang disenangi
masyarakat karena kedermawanannya akhirnya dipecat karena terbukti
melakukan korupsi.
Penyebab sosial sinking adalah
sebagai berikut.:
-
Berhalangan tetap atau sementara.
-
Memasuki masa pensiun.
-
Berbuat kesalahan fatal yang
menyebabkan diturunkan atau di pecat dari jabatannya.
2.
Mobilitas horizontal
Mobilitas Horizontal adalah
perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan sosial
yang sama. Dengan kata lain mobilitas horisontal merupakan peralihan individu
atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial
lainnya yang sederajat.
Ciri utama mobilitas horizontal
adalah tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam
mobilitas sosialnya. Contoh: Seorang warga negara Amerika Serikat, mengganti
kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas
sosialnya disebut dengan mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang
dilakukannya tidak merubah status sosialnya.
Mobilitas sosial horizontal
dibedakan dua bentuk :
a.
Mobilitas sosial antar wilayah/
geografis. Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu
daerah ke daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.
b.
Mobilitas antargenerasi. Mobilitas
antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya
generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini
ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu
generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan
pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya.
Contoh: Seorang petani yang hanya menamatkan pendidikannya hingga
sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang direktur.
Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.
Mobilitas antargenerasi dibedakan
menjadi dua, yaitu mobilitas intragenerasi dan mobilitas intergenerasi.
a.
Mobilitas intragenerasi adalah
mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu generasi
yang sama. Contoh: Seseorang yang awalnya hanya sebagai tukang ojek dengan
motor sewaan, namun, karena ketekunannya dalam bekerja dan mungkin
juga keberuntungan, ia kemudian memiliki motor sendiri bahkan sampai beberapa
motor yang bisa disewakan kepada orang lain akhirnya menjadi tukang ojek yang
sukses. Contoh lain, Seorang bapak yang memiliki dua orang anak,
yang pertama bekerja sebagai nelayan dan anak kedua awalnya
juga sebagai nelayan. Namun anak kedua lebih beruntung daripada kakaknya,
karena ia dapat mengubah statusnya dari nelayan menjadi seorang pengusaha
pengekspor ikan. Sementara sang kakak tetap menjadi nelayan. Perbedaan status
sosial juga dapat disebut sebagai mobilitas intragenerasi.
b.
Mobilitas Intergenerasi adalah
perpindahan status atau kedudukan yang terjadi diantara beberapa
generasi.
Mobilitas intergenerasi dibedakan
menjadi dua yaitu:
a.
Mobilitas intergenerasi naik.
Contoh: Bapaknya seorang kepala sekolah, anaknya seorang direktur
b.
Mobilitas intergenerasi turun.
Contoh : Kakeknya seorang bupati, bapaknya seorang camat dan anaknya sebagai
kepala desa.
D.
Konsekuensi Mobilitas Sosial
Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan
berbagai konsekuensi, baik positif maupun negatif.
Beberapa studi mengemukakan bahwa
mobilitas-menurun berkaitan dengan banyak hal yang mencemaskan, seperti
misalnya gangguan kesehatan, keretakan keluarga, perasaan terasing (alienasi)
dan keterpencilan sosial (social distance). Namun demikian, penyebab dan
akibatnya tidak dapat diidentifikasi. Hal-hal yang mencemaskan seperti itu
dapat saja merupakan penyebab ataupun akibat dari mobilitas menurun. Baik bagi
individu maupun masyarakat, manfaat dan kerugian mobilitas sosial, serta masyarakat
bersistem terbuka, masih dapat diperdebatkan[3]
Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami
mobilitas sosial mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan
memperoleh hal-hal posiitif sebagai konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:
a.
mengalami kepuasan, kebahagiaan dan
kebanggaan.
b.
Peluang mobilitas sosial juga
berarti kesempatan bagi individu atau kelompok individu untuk lebih maju.
c.
Kesempatan mobilitas sosial yang
luas akan mendorong orang-orang untuk mau bekerja keras, mengejar prestasi dan
kemajuan sehingga dapat meraih kedudukan yang dicita-citakan.
Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan
dirinya dengan situasi baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai
berikut:
1.
Konflik antar-kelas
Konflik ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas
sosial. Misalnya konflik antara majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan
upah.
2.
Konflik antar-kelompok
Konflik antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan
ras, etnisitas, agama atau aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi
karena perebutan peluang mobilitas sosial, misalnya kesempatan memperoleh
sumber-sumber ekonomi, rekrutmen anggota, peluang memperoleh kekuasasan politik
atau pengakuan masyarakat.
3.
Konflik antar-individu
Konflik antar-individu dapat terjadi misalnya karena
masuknya individu ke dalam kelompok tidak diterima oleh anggota kelompok yang
lain. Misalnya lingkungan organisasi atau seseorang tidak dapat menerima
kehadiran seseorang yang dipromosikan menduduki suatu jabatan tertentu.
4.
Konflik antar-generasi
Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas
antar-generasi. Fenomena yang sering terjadi adalah ketika anak-anak
berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari posisi sosial orang
tuanya, timbul ethnosentrisme generasi. Masing-masing generasi –orang tua
maupun anak— saling menilai berdasarkan ukuran-ukuran yang berkembang dalam
generasinya sendiri. Generasi anak memandang orang tuanya sebagai generasi yang
tertinggal, kolot, kuno, lambat mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara
itu generasi tua mengganggap bahwa cara berfikir, berperasaan dan bertindak
generasinya lebih baik dan lebih mulia dari pada yang tumbuh dan berkembang
pada generasi anak-anaknya.
5.
Konflik status dan konflik peran
Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan
yang lebih tinggi, atau turun ke kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk
mampu menyesuaikan dirinya dengan kedudukannya yang baru.
Kesulitan
menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan konflik status
dan konflik peran.
Konflik
status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang karena
kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status
yang disandang oleh seseorang.
Konflik
peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai
dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi karena
statusnya yang baru tidak disukai atau tidak sesuai dengan kehendak
hatinya. Post Power Syndrome merupakan bentuk konflik peran
yang dialami oleh orang-orang yang harus turun dari kedudukannya yang tinggi.
E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Mobilitas Sosial
1.
Faktor Struktural
Faktor
struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus
diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Contohnya ketidakseimbangan jumlah
lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pelamar kerja.
Faktor struktural meliputi:
a.
Struktur Pekerjaan
Sebuah masyarakat yang kegiatan ekonominya berbasis industri
dengan teknologi canggih, tentunya yang berstatus tinggi akan lebih banyak
dibandingkan dengan yang berkedudukan rendah. Sehingga untuk itu yang
berkedudukan rendah akan terpacu untuk menaikkan kedudukan sosial ekonominya.
b.
Perbedaan Fertilitas
Setiap masyarakat memiliki tingkat fertilitas (kelahiran)
yang berbeda-beda. Tingkat fertilitas akan berhubungan erat dengan jumlah jenis
pekerjaan yang mempunyai kedudukan tinggi atau rendah. Hal ini tentu akan
berpengaruh terhadap proses mobilitas sosial yang akan berlangsung.
c.
Ekonomi Ganda
Setiap negara yang menerapkan sistem ekonomi ganda
(tradisional dan modern) sebagaimana terjadi di negara-negara Eropa dan
Amerika, tentunya akan berdampak pada jumlah pekerjaan, baik yang berstatus
tinggi maupun yang rendah. Bagi masyarakat yang berada dalam tekanan sistem
ekonomi ganda seperti ini, mobilitasnya terrgantung pada keberhasilan dalam
melakukan pekerjaan di bidang yang diminatinya karena dalam masyarakat seperti
ini (modern) kenaikan status sosial sangat dipengaruhi oleh faktor prestasi.
2.
Faktor Individu
Faktor
individu ini lebih menekankan pada kualitas dari orang perorang, baik dilihat
dari tingkat pendidikan, penampilan maupun keterampilan pribadinya.
a.
Perbedaan Kemampuan
Setiap inidvidu memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
b.
Orientasi Sikap Terhadap Mobilitas
Setiap individu memiliki cara yang beragam dalam
mengupayakan meningkatkan prospek mobilias sosialnya.
c.
Faktor Kemujuran
Usaha adalah sebagai proses untuk meraih kesuksesan. Tetapi
kemujuran tetap berada pada posisi yang tidak bisa kita anggap sepele.
3.
Faktor Status Sosial
Status sosial orang tua akan terwarisi kepada anak-anaknya.
4.
Faktor Keadaan Ekonomi
Masyarakat desa yang melakukan
urbanisasi karena akibat himpitan ekonomi di desa. Masyarakat ini kemudian bisa
dikatakan sebagai masyarakat yang mengalami mobilitas.
5.
Faktor Situasi Politik
Kondisi politik suatu negara dapat
menjadi penyebab terjadinya mobilitas sosial. Karena dengan kondisi politik
yang tidak menentu akan sangat berpengaruh terhadap struktur keamanan.
Sehingga, memunculkan sebuah keinginan masyarakat untuk pindah ke daerah yang
lebih aman.
6.
Faktor Kependudukan (demografi)
Dengan pertambahan jumlah penduduk
yang pesat dapat mengakibatkan sempitnya lahan pemukiman dan mewabahnya
kemiskinan, sehingga menuntut masyarakat untuk melakukan transmigrasi[4]
7.
Keinginan melihat daerah lain
Apabila keinginan melihat daerah
lain itu dikuasai oleh jiwa (mentalitas) mengembara, biasanya kuantitas
mobilitas agak terbatas pada orang-orang atau suku bangsa tertentu. Suku
Minangkabau dan suku Batak misalnya, sering dikatakan memiliki jiwa petualang.
Ada semacam naluri yang hidup di dalam jiwa pemuda Minang dan Batak untuk
merantau ke daerah lain, atau melihat kehidupan di kota lain, sebelum mereka
menjalankan pekerjaannya ditempat yang tetap[5]
8.
Faktor Agama
Agama juga menurut penulis memegang
peranan penting dalam mobilitas sosial khususnya agama Islam. Dalam Surat Ar
Ra’du:11 Allah SWT berfirman:
إن
الله لا يغير ما بقوم حتى يغير ما
بأنفسهم - الرعد: ١١-
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah
nasib suatu kaum sehingga kaum itu berusaha merubah nasib mereka”. QS. Ar Ra’du:11
Islam selalu mendorong ummatnya
untuk melakukan gerakan perubahan sosial ke arah mobilitas sosial vertikal ke
atas (climmbing).
Dalam sebauah Hadits Rasulullah SAW
memotivasi untuk terus bekerja menjadi yang terbaik:
من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح، ومن كان يومه مثل أمسه فهو
مغبون ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون
Artinya:
“Barangsiapa
yang harinya (hari ini) lebih baik dari sebelumnya, maka ia telah
beruntung, barangsiapa harinya seperti sebelumnya, maka ia telah merugi,
dan barangsiapa yang harinya lebih jelek dari sebelumnya, maka ia tergolong
orang-orang yang terlaknat” (HR.
Al Baihaqi)
F.
Saluran Mobilitas Sosial
Pitirim A. Sorokin menyatakan
bahwa mobilitas sosial mempunyai saluran-saluran yang disebut social
circulation sebagai berikut:
1.
Angkatan bersenjata (tentara);
terutama dalam masyarakat yang dikuasai oleh sebuah rezim militer atau dalam
keadaan perang. Seseorang yang tergabung dalam angkatan bersenjata biasanya
ikut berjasa dalam membela nusa dan bangsa sehingga dengan jasa tersebut ia
mendapat sejumlah penghargaan dan naik pangkat.
2.
Lembaga keagamaan. Contohnya tokoh
organisasi massa keagamaan yang karena reputasinya kemudian menjadi tokoh atau
pemimpin di tingkat nasional
3.
Lembaga pendidikan.
Pendidikan baik formal maupun nonformal merupakan saluran untuk
mobilitas vertikal yang sering digunakan, karena melalui pendidikan orang dapat
mengubah statusnya. Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran
yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social
elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang
lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk
mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Seorang anak dari keluarga miskin
mengenyam sekolah sampai jenjang yang tinggi. Setelah lulus ia memiliki
pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga
ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan
status sosialnya
4.
Organisasi Politik. Seorang anggota
parpol yang profesional dan punya dedikasi yang tinggi kemungkinan besar akan
cepat mendapatkan status dalam partainya. Dan mungkin bisa menjadi anggota
dewan legislatif atau eksekutif
5.
Perkawinan; melalui perkawinan seorang
rakyat jelata dapat masuk menjadi anggota kelas bangsawan. Status sosial
seseorang yang bersuami/beristerikan orang ternama atau menempati posisi tinggi
dalam struktur sosial ikut pula memperoleh penghargaan-penghargaan yang tinggi
dari masyarakat.
6.
Lembaga Keagamaan. Lembaga ini
merupakan salah satu saluran mobilitas vertikal, meskipun setiap agama
menganggap bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sederajat
7.
Organisasi Ekonomi. Organisasi ini,
baik yang bergerak dalam bidang perusahan maupun jasa umumnya memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang untuk mencapai mobilitas
vertikal.
8.
Organisasi keolahragaan. Melalui
organisasi keolahragaan, seseorang dapat meningkatkan status nya ke strata yang
lebih tinggi
G.
Dampak mobilitas social
1.
Dampak Positif
Bisa memberikan motivasi bagi masyarakat untuk maju dan
berprestasi agar dapat memperoleh status yang lebih tinggi.
2.
Dampak Negatif
Setiap perubahan (mobilitas) pasti akan memiliki dampak
negatif, dan hal itu bisa berupa konflik. Dalam masyarakat banyak ragam konflik
yang mungkin terjadi akibat dari terjadinya mobilitas ini, seperti terjadinya
konflik antar kelas, antar generasi, antar kelompok dan lain sebagainya.
Sehingga akan berakibat pada menurunnya solidaritas baik kelompok atau antar
kelompok[6]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Mobilitas sosial adalah perpindahan
posisi seseorang atau kelompok orang dari strata sosial yang satu ke
strata sosial yang lain.
Tipe-tipe mobilitas sosial yang
prinsipil ada dua, yaitu:
1.
Horizontal, yaitu apa bila individu
atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kelompok sosial ke kelompok
sosial lainnya yang sederajat.
2.
Vertikal, yaitu apabila individu
atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan
sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka terdapat dua
jenis gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social
sinking)
Masyarakat
yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas
yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah
masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial Faktor Struktural, Faktor individu, faktor
status sosial, faktor keadaan ekonomi, faktor situasi politik, faktor
kependudukan, dan faktor keinginan melihat daerah lain.
Dampak
positif dapat memberikan motivasi, dampak positif berupa konflik.
Faktor-faktor yang mendorong
seseorang melakukan mobilitas sosial. Menurut berbagai pengamatan antara lain:
Status sosial, Ketidakpuasan seseorang atas status yang diwariskan oleh
orangtuanya, karena orang pada dasarnya tidak dapat memilih oleh siapa ia
dilahirkan, dapat menjadi dorongan untuk berupaya keras memperoleh status atau
kedudukan yang lebih baik dari status atau kedudukan orangtuanya.
Keadaan
ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh masyarakat di
daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota besar dengan
harapan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih
baik.
Situasi
politik yang tidak menentu, biasanya juga berakibat pada jaminan keamanan yang
juga tidak menentu, dapat mendorong orang untuk meninggalkan tempat itu menuju
ke tempat lain. Mobilitas sosial yang didorong oleh motif keagamaan tampak pada
peristiwa orang berhaji, dan lain sebagainya. Dengan demikian mobilitas sosialm
pasti akan terjadi pada seluruh masyarakat, namun seberapa cepat perubahan
tersebut itulah yang membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lainnya
tergantung dari seberapa kuat faktor pendorong dan penghambatnya.
B.
SARAN
Sebagai
manusia kita pasti akan menuntut untuk status dan peran
sosial, namun sebagai manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti
dan menyadari mobilitas sosial atau gerakan sosial ini tidak terjadi begitu
saja dengan sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi tergantung bagaimana
diri kita sendiri menyingkapi status serta peran sosial diri dan menurut
prestasi kita masing-masing sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu
sebaiknya jika memang menginginkan mobilitas naik kita juga tidak boleh duduk
diam dalam struktur sosial tetapi kita harus terbuka dan positif terhadap perubahan positif
yang ada di masyarakat.
Penulis
sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
1.
Horton Paul dkk, Sosiologi, Jakarta:PT
Erlangga, 1999
3.
Khafi Syatra Abdul, Buku
Pintar Sosiologi, Yogyakarta: PT. Garailmu, 2010
4.
Muin, Udianto. 2006. Sosiologi
SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
5.
OC Hendropuspito, Sosiologi
Sistematik, Yogyakarta: PT KANISIUS , 1989
6.
Saptono, Bambang. 2006. Sosiologi.
Jakarta: Phibeta
7.
Soekanto soerjono, sosiologi
suatu Pengantar , Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2006
8.
Subakti, A. Ramlan dkk. 2011. Sosiologin
Teks Pengantar dan Terapan.
9.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
10.
Sutomo dkk. 2009. Sosiologi. Malang:
Graha Indotama
12.
Young, Kimball dan Raymond. W. Mack.
Sociology and Social Life, New York: American Company, 1959
Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok orang dari strata sosial yang satu ke strata sosial yang lain.
BalasHapusTipe-tipe mobilitas sosial yang prinsipil ada dua, yaitu:
1. Horizontal, yaitu apa bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
2. Vertikal, yaitu apabila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka terdapat dua jenis gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social sinking)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus