Selasa, 01 November 2016

makalah MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)



MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


DI  SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

MARNI
LALA
ROKAYAH
NUR PITRI
HONDIDAH
RISCA JULIA

KELAS : X MIA 5

SMAN 1 BATUJAYA
KARAWANG 2016 / 2017


KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan  kehadirat Tuhan yang maha Esa,karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan makalah yang sederhana ini dengan baik dan tepat waktu. Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang MPR dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu guru kami.
Kami berterima kasih kepada guru pengajar PKN di kelas sekaligus guru pembimbing kami Ibu Yuliana ,S.Pd berkat bimbingan dan arahan beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik dan saran dari manapun dan siapapun kami terima dengan senag hati demi kebaikan di masa mendatang.
Kami berharap, dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun dan pembaca yang budiman.


Karawang, 24 Oktober 2016

          








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A.    Latar Belakang....................................................................................................... 2
B.     Rumusan Masalah................................................................................................... 2
C.     Tujuan..................................................................................................................... 2
D.    Manfaat.................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 3
A.    Posisi MPR dalam Struktur Ketatanegaraan RI..................................................... 3
B.     Tugas dan Wewenang MPR................................................................................... 7
C.     Hak dan Kewajiban Anggota................................................................................. 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 10
A.    Kesimpulan............................................................................................................ 10
B.     Saran...................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 11








       


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Seperti kita ketahui bersama MPR hasil pemilihan umum Tahun 1999, menindaklanjuti tuntutan reformasi yang menghendaki perubahan UUD 1945 dengan melakukan satu rangka¬ian perubahan konstitusi dalam empat tahapan yang berkesinambungan, sejak Sidang Umum MPR Tahun 1999 sampai dengan Sidang Tahunan MPR Tahun 2002.
Perubahan UUD 1945 tersebut di¬lakukan MPR guna menyempurnakan ketentuan fundamental ketatanegaraan Indonesia sebagai pedoman utama dalam mengisi tuntutan reformasi dan memandu arah perjalanan bangsa dan negara pada masa kini dan yang akan datang, dengan harapan dapat berlaku untuk jangka waktu ke depan yang cukup panjang. Selain itu, perubahan UUD 1945 tersebut juga dimaksudkan untuk meneguhkan arah perjalanan bangsa dan negara Indonesia agar tetap mengacu kepada cita-cita negara seba-gaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pasca perubahan UUD 1945, maka ada 6 (enam) lembaga Negara yang diberi¬kan kekuasaan secara langsung oleh konstitusi. 1Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sep¬enuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam Bab I Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo¬nesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Dengan rumusan itu dimaksudkan, bahwa kedaulatan itu pada hakekatnya tetap melekat dan berada di tangan rakyat, dan Undang-Undang Dasar yang mengatur pelaksanaannya.
Sebagian kedaulatan itu tetap dipegang dan dilaksanakan sendiri oleh rakyat, yaitu dalam hal memilih Presiden dan Wakil Presiden, memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar itu, Undang-undang kemudian juga menetapkan, rakyat tetap memegang kedaulatannya secara langsung, yaitu dalam hal memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, memilih Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Untuk selebihnya Undang-Undang Dasar menetapkan dibentuknya lembaga-lembaga negara (DPR, MPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi), dan kepada masing-masing lembaga itu ditetapkan secara definitif fungsi dan kewenangannya sesuai dengan posisi/kedudukannya. Lembaga-lembaga negara itu berada dalam kedudukan yang setara. Antara lembaga yang satu dengan yang lain dilaksanakan prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi atau checks and balances.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Posisi MPR dalam Struktur Ketatanegaraan RI ?
2. Bagaimana Tugas dan Wewenang MPR ?
3. Apa saja Hak dan Kewajiban Anggota MPR ?

C. TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas makalah ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan MPR di struktur ketatanegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Undang – Undang yang berlaku di Republik Indonesia.selain hal itu kita juga dapat mengetahui tugas , wewenanag/ketetapan, hak serta kewajiban dari suatu lembaga MPR yang berada di Negara kita sendiri .
D. MANFAAT
Diharapkan makalah ini dapat menambah dan memperkaya khasanah pengetahuan dan dapat memberikan manfaat  bagi teman teman dalam mengetahui struktur dari ketatanegaraan Indonesia yang salah satunya yaitu MPR RI .serta pejelasan tentang MPR itu sendiri baik tentang haknya ataupun yang lain yang menyangkut tentang MPR.serta tugas dari lembaga  ini juga tercantum di dalam  UUD 1945 yang mengatur tentang MPR.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Posisi  MPR dalam Struktur Ketatanegaraan RI

1.  Menurut UUD 1945 sebelum perubahan
Majelis Permusyawratan Rakyat (MPR) sebagai sebuah nama dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia sudah ada sejak lahirnya negara ini. Pada awal disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 MPR memiliki posisi sebagai lembaga negara tertinggi. Sebagai lembaga negara tertinggi saat itu MPR ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kedaulatan rakyat MPR mempunyai wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk jangka waktu 5 (lima) tahunan. Oleh karena mempunyai wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, maka MPR mempunyai wewenang pula memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sebelum masa jabatannya berakhir apabila Presiden dan Wakil Presiden dianggap melanggar haluan negara.Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan
Menyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ini dapat dikatakan bahwa MPR merupakan perluasan dari DPR setelah ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.3 Namun demikian ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ini juga menimbulkan pertanyaan dikarenakan dalam penjelasan UUD 1945 tidak diuraikan secara jelas, sehingga pertanyaan yang muncul adalah apa yang dimaksud dengan daerah-daerah dan golongan-golongan. Tidak ada satu pasalpun dalam UUD 1945 yang menjelaskan hal tersebut, namun dalam Penjelasan Pasal 2 UUD 1945 hanyalah menjelaskan tentang golongan-golongan yang diuraikan sebagai berikut: ”Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.”
 ”Yang disebut golongan-golongan ialah badan-badan seperti kooperasi, serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem kooperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.” Menurut Pasal 3 UUD 1945 sebelum perubahan dinyatakan bahwa MPR menetapkan UUD dan garis-garis besar dari pada haluan negara. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUD 1945 sebelum perubahan tersebut dapat diketahui siapa saja anggota MPR itu dan apa kewenangan MPR itu, namun dari kedua pasal tersebut belumlah nampak kedudukan MPR itu sendiri. Hal ini akan nampak bila dikaitkan dengan ketentuan pasal-pasal UUD 1945 yang lain, antara lain:
·         Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara yang terbanyak.
·         Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dengan demikian nampaklah bahwa MPR menurut UUD 1945 sebelum perubahan merupakan lembaga negara tertinggi dalam susunan ketatanegaraan Republik Indonesia. Bahkan Penjelasan UUD 1945 dalam Sistem Pemerintahan Negara angka Romawi III dinyatakan bahwa ”Kekuasaan negara tertinggi ada di tangan MPR. Kedaulatan rakyat dipegang oleh badan bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Ia adalah ’mandataris’ dari majelis, ia wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak ’neben’, akan tetapi ’untergeordnet’ kepada Majelis”. Sebagai lembaga negara tertinggi menjadikan kekuasaan MPR berada di atas segala kekuasaan lembaga-lembaga negara yang ada di negara Republik Indonesia. Hal ini sebenarnya dapat dipahami, sebab MPR merupakan pemegang kedaulatan rakyat Republik Indonesia, dan sejak didirikan oleh founding fathers Republik Indonesia memanglah dikonstruksikan sebagai negara demokrasi, yaitu bahwa negara dimana kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.
Kekuasaan rakyat inilah yang dijelmakan MPR. Oleh karenanya seluruh anggota MPR merupakan wakil-wakil rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
 Dalam struktur ketetanegaraan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan, MPR sebagai lembaga negara tertinggi menetapkan kebijakan tentang garis-garis besar dari pada haluan negara4, dan melalui garis-garis besar dari pada haluan negara ini pemerintahan dijalankan. Garis-garis besar dari pada haluan negara merupakan pedoman pemerintah (Presiden) dalam menjalankan roda pemerintahan. Jadi Presiden dalam menjalankan pemeritahan berpedoman pada garis-garis besar haluan negara yang ditetapkan oleh MPR. Apabila Presiden melanggar garis-garis besar haluan negara yang ditetapkan oleh MPR, maka Presiden dapat diberhentikan oleh MPR. Hal ini dianggap wajar sebab Presiden adalah mandataris MPR, maksudnya MPR memberikan mandat kepada Presiden untuk menjalankan pemerintahan, bila Presiden melanggar mandat yang diberikan oleh rakyat maka rakyat dapat memberhentikan Presiden.
Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga yang dilontarkan oleh Ir. Soekarno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945, sebuah keinginan untuk menjelmakan aspirasi rakyat di dalam bentuk yang berupa perwakilan yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.5 Soepomo juga mengemukakan gagasannya yang mendasarkan pada prinsip musyawarah dengan istilah ”Badan Permusyawaratan” pada dasar Indonesia merdeka. Indonesia yang akan berdiri tidak bersistem individualisme seperti pada negara-negara Barat, tetapi berdasar pada kekeluargaan. Kekeluargaan yang dimaksudkan Soepomo yakni bahwa warganegara merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan pemegang kekuasaan di dalam negara atau dengan istilah ”manunggale kawulo gusti”. Warga negara tidak dalam kedudukan bertanya apa hak saya dengan adanya negara tetapi yang harus selalu ditanyakan adalah apa kewajiban saya terhadap negara. Dalam konstruksi yang demikian diharapkan dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi dalam negara akan diselesaikan atas dasar kebersamaan dan musyawarah antara rakyat dengan penguasa, dan badan permusyawaratan sebagai wakil-wakil rakyat yang paling berperan dalam hal ini, sedangkan kepala negara akan senantiasa mengetahui dan merasakan keadilan rakyat dan cita-cita rakyat.
2.  Menurut UUD 1945 setelah perubahan
Gagasan terhadap perubahan UUD 1945 muncul bersamaan dengan gerakan reformasi di segala bidang yang menentang rezim pemerintahan Suharto yang dianggap telah menyimpang dari substansi isi UUD 1945 melalui penafsiran sepihak penguasa. Dari alasan inilah agar isi UUD 1945 tidak menimbulkan penafsiran yang dapat digunakan oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaan seperti masa pemerintahan Suharto, maka pembenahan terhadap isi UUD 1945 perlu dilakukan. Inilah yang menjadi salah satu agenda reformasi yaitu melakukan perubahan terhadap UUD 1945 dengan salah satu latar belakang perubahannya adalah meninjau kembali tentang kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
Dampak reformasi telah dirasakan terhadap kedudukan lembaga MPR, dan bahkan ada yang menyatakan sebagai salah satu lompatan besar perubahan UUD 1945 yaitu restrukturisasi MPR untuk ’memulihkan’ kedaulatan rakyat dengan mengubah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dari kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
Dalam perubahan UUD 1945, MPR tetap dipertahankan keberadaannya dan diposisikan sebagai lembaga negara, namun kedudukannya bukan lagi sebagai lembaga tertinggi (supreme body) tetapi sebagai lembaga negara yang sejajar posisinya dengan lembaga-lembaga negara yang lain. Predikat MPR yang selama ini berposisi sebagai lembaga tertinggi negara telah dihapuskan (die gezamte staatgewalt liegi allein bei der Majelis). MPR tidak lagi diposisikan sebagai lembaga penjelmaan kedaulatan rakyat, hal ini dikarenakan pengalaman sejarah selama Orde Baru lembaga MPR telah terkooptasi kekuasaan eksekutif Suharto yang amat kuat yang menjadikan MPR hanyalah sebagai ’pengemban stempel’ penguasa dengan berlindung pada hasil pemilihan umum yang secara rutin setiap 5 tahun sekali telah dilaksanakan dengan bebas, umum dan rahasia. Dari pengalaman sejarah pemerintahan Orde Baru itulah reposisi MPR perlu dilakukan.
Perubahan mendasar dari MPR yang semula sebagai lembaga yang menjalankan kedaulatan rakyat menjadi lembaga yang oleh sementara pihak disebut sebagai sebatas sidang gabungan (joint session) antara anggota DPR dan anggota DPD. Yang perlu mendapat catatan terhadap posisi MPR setelah perubahan UUD 1945 adalah bahwa kewenangan MPR menjadi dipersempit, maksudnya MPR hanyalah memiliki satu kewenangan rutin yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilihan umum, selebihnya merupakan kewenangan insidental MPR, seperti memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat (3) UUD 1945 Perubahan), mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 Perubahan) serta kewenangan insidental lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 Perubahan. Perbedaan kewenangan rutin dengan kewenangan insidental ini adalah bahwa kewenangan rutin pasti dilaksanakan yaitu setiap 5 (lima) tahun sekali, sedangkan kewenangan insidental akan dilaksanakan jika terjadi sesuatu hal yakni bila ada keinginan untuk merubah UUD ataupun bila terjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum atau sudah tidak dapat lagi menjalankan kewajibannya sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dengan reposisi MPR setelah perubahan UUD 1945, MPR sendiri memiliki kedudukan yang tidak jelas apakah sebagai permanen body (lembaga tetap) ataukah sebagai joint session (lembaga gabungan). Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 (Perubahan) dinyatakan bahwa MPR terdiri atas aggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ini memposisikan bahwa MPR merupakan gabungan anggota DPR dan anggota DPD (joint session) bukan gabungan lembaga DPR dan lembaga DPD (bukan terdiri dari dua kamar atau bukan bikameral). Namun menjadi tidak jelas lagi jika merupakan gabungan anggota DPR dan anggota DPD yang berarti memiliki kewenangan gabungan dari kewenangan anggota DPR ditambah dengan kewenangan anggota DPD dan itulah yang seharusnya menjadi kewenangan MPR, tetapi dalam ketentuan Pasal 3 UUD 1945 (Perubahan) diuraikan bahwa kewenangan MPR bukanlah gabungan dari kewenangan anggota DPR dan kewenangan anggota DPD.
Jadi merupakan kewenangan tersendiri sebagai lembaga tetap/permanen body.
Oleh karenanya posisi MPR tidaklah sepenuhnya dapat dikatakan sebagai joint session maupun sebagai permanen body. Inilah posisi MPR dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 Perubahan, dan dengan posisi demikian sebenarnya tidaklah perlu diperebutkan adanya ketua MPR. MPR bukanlah sebuah lembaga tetap ataupun lembaga gabungan tetapi lebih diposisikan sebagai sebuah kumpulan wakil-wakil rakyat yang mengatasnamakan majelis rakyat. Dengan demikian seharusnya ketua MPR dapat dijabat secara kolegial dari Ketua DPR dan Ketua DPD yang secara riel tugas dan kerjanya hanyalah saat kedua anggota itu (DPR dan DPD) bergabung melaksanakan kewenangannya, dan hal itu tidaklah dilakukan untuk kerja keseharian.
Kerja keseharian ketua MPR tidaklah ada, hanyalah mengada-ada. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan fungsi MPR saat ini, bahwa dengan reposisi MPR sesuai Perubahan UUD 1945 ada pelemahan fungsi MPR sebagai lembaga negara, karena fungsi MPR saat ini hanyalah tergantung dari peristiwa-peristiwa insidental yang mungkin terjadi dan kemauan anggota DPR dan anggota DPD. Kerja keseharian MPR tidaklah ada dan hampir tidak ada. Rutinitas kerja MPR hanyalah setiap lima tahun sekali untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemiilihan umum.
MPR bukanlah lembaga yang berfungsi meminta pertanggungjawaban atas kerja Presiden, karena Presiden bukanlah mandataris MPR. Keberadaan MPR secara yuridis ada menurut UUD 1945, namun secara riel sehari-hari MPR tidak ada jika anggota DPR dan anggota DPD tidak bergabung. MPR bak ”makhluk jin” yang keberadaannya diakui, namun wujudnya akan menampakkan diri manakala dipenuhi persyaratan tertentu. Itulah MPR saat ini, antara tiada dan ada. Jika demikian, maka akan lebih baik jika MPR dibubarkan saja seperti DPA (Dewan Pertimbangan Agung).
B. Tugas dan Wewenang MPR
1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurangkurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan.

Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.
2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi, MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak, namun sejak reformasi bergulir, kewenangan itu dicabut sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut diputuskan dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, Pasal 6A ayat (1).

3. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.
4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
5. Memilih Wakil Presiden
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
C. Hak dan kewajiban anggota
 Hak anggota
·         Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
·         Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
·         Memilih dan dipilih.
·         Membela diri.
·         Imunitas.
·         Protokoler.
·         Keuangan dan administratif.

 Kewajiban anggota
·         Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
·         Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.
·         Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·         Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
·          Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam benak rakyat Indonesia sudah sangat dikenal dan melekat di hati sanubari hampir seluruh rakyat Indonesia. Keberadaan MPR sudah dikumandangkan sejak berdirinya Republik ini dan secara resmi telah disebut dalam UUD 1945. Pada awalnya MPR diposisikan sebagai lembaga representatif penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan pemegang kedaulatan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara tertinggi. MPR berwenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, oleh karenanya Presiden bertanggungjawab kepada MPR karena Presiden sebagai mandataris MPR. Lembaga ini juga berwenang merubah dan menetapkan undang-undang dasar, serta menetapkan garis-garis besar haluan negara.

Pada masa reformasi, posisi MPR telah mengalami reposisi dengan dilakukannya perubahan UUD 1945. MPR tidak lagi ditempatkan sebagai lembaga tertinggi negara tetapi berkedudukan sebagai lembaga negara yang statusnya menjadi tidak jelas antara sebagai joint session ataukah permanent body. MPR hanyalah sebuah perkumpulan anggota DPR dan anggota DPD yang terjadi secara rutin untuk 5 tahun sekali atau bila ada kejadian-kejadian insidental yang menyangkut penyimpangan tugas yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasar Undang-Undang Dasar atau bila terjadi hal yang menyebabkan tidak berfungsinya Presiden dan/atau Wakil Presiden seperti sebab berhalangan tetap atau sudah tidak memenuhi syarat lagi. Kewenangan MPR yang lain yang masih dipertahankan adalah MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang- Undang Dasar. Kewenangan MPR inipun sifatnya insidental, artinya tidak secara rutin dilakukan dan hanya bila ada kemauan politik saja untuk menjalankan kewenangan ini. Dengan demikian tugas rutin MPR hanyalah dilakukan setiap 5 tahun sekali, dan tugas kesehariannya tidak ada, oleh karenanya diusulkan agar MPR dibubarkan saja seperti halnya DPA.
B. SARAN
 Dari kesimpulan diatas , dapat dikemukaakan saran saran sebagai berikut
Seharusnya MPR menyadari peranannya disuatu Lembaga Negara yang mempunyai salah satu peranan penting seperti tempat menampung asfirasi dari masyarakat luas khususnya.
  Kebijakan kebijakan atau wewenag dari MPR tersebut harus sesuai dengan keiginan rakyat itu sendiri dan tidak menyalahgunakan wewenag tersebut untuk hal tidak perlu dilakukan serta terus terfokus dalam menjalani tugas dengan baik untuk mendafat hasil yang baik pula.


DAFTAR PUSTAKA

Astim, Riyanto. 2007. Kapita Selekta Hukum Dalam Dinamika. Bandung: YAPEMDO.


2 komentar:

  1. Dapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www , SmsQQ , com

    Keunggulan dari smsqq adalah
    *Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
    *Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
    *Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
    *Bonus Setiap Hari Dibagikan
    *Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
    *Bonus referral 10% + 10%
    *Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
    *Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )

    Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
    Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66

    Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
    BBM: 2AD05265
    WA: +855968010699
    Skype: smsqqcom@gmail.com


    bosku minat daftar langsung aja bosku^^

    BalasHapus
  2. ⓉⓄⒼⒺⓁ ⓄⓃⓁⒾⓃⒺ

    Untuk Anda pecinta 【TOGEL】, yok coba keberuntungan Anda dengan pasang taruhan angka di ⚡BOLAVITA⚡.

    ⚡BOLAVITA⚡, berapapun kemenangan Anda tentunnya akan membayar berapapun yang kamu raih atau dapatkan. Cukup banyak pasaran yang bisa Anda coba pasangkan, salah satunya adalah 𝐒𝐆𝐏 / 𝓼𝓲𝓷𝓰𝓪𝓹𝓸𝓻𝓮 𝓹𝓸𝓸𝓵𝓼.

    Pasaran 𝓼𝓲𝓷𝓰𝓪𝓹𝓸𝓻𝓮 𝓹𝓸𝓸𝓵𝓼 diundi setiap hari (kecuali hari Selasa dan Jumat). Dengan waktu :
    Tutup pasaran : 17.25 WIB
    Buka pasaran : 17.40 WIB

    ⚡BOLAVITA⚡ juga menyediakan berbagai diskon dan hadiah untuk Anda semua :
    𝐃𝐈𝐒𝐊𝐎𝐍 𝐓𝐎𝐆𝐄𝐋 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐄𝐒𝐀𝐑 :
    4D = 66%
    3D = 59%
    2D = 29%

    𝐇𝐀𝐃𝐈𝐀𝐇 𝐓𝐎𝐆𝐄𝐋 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐄𝐒𝐀𝐑 :
    4D x 3000
    3D x 400
    2D x 70

    Buruan daftar dan bermain berbagai pasaran yang hanya ada di ⚡BOLAVITA⚡ dan dapatkan hadiah puluhan juta disini.

    Untuk Informasi Lebih Lanjut Silahkan Hubungi CS Kami Di :
    WA / TELEGRAM : +62812-2222-995
    INSTAGRAM : @bola.vita
    FACEBOOK : @bolavita.ofc
    TWITTER : @BVgaming_net
    LINE : @CS_bolavita

    #TogelOnline #Sgp #Singaporepools #TogelOnlineTerbaik #Bolavita #AgenTogel #AgenTogelTerpercaya #SitusTogelTerpercaya #TogelHongkong #TogelSgp #JudiOnlineTerbaik #JudiOnlinResmi #TogelSgp #TogelHongkong #Togeljitu #TogelHariIni #bandartogel #bocoran togel #togelterlengkap

    BalasHapus