BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai petugas kesehatan sudah
selayaknya kita memproteksi diri kita agar tidak tertular infeksi. Pencegahan
infeksi merupakan bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan kepada
klien. Tujuannya untuk melindungi petugas kesehatan itu sendiri.
Di masa lalu, fokus utama penanganan
masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan adalah mencegah infeksi. Infeksi
serius pascabedah masih merupakan masalah di beberapa negara, ditambah lagi
dengan munculnya penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) dan
hepatitis B yang belum ditemukan obatnya. Saat ini, perhatian utama ditujukan
untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit, tidak hanya terhadap pasien,
tetapi juga kepada pemberi pelayanan kesehatan dan karyawan, termasuk pekarya,
yaitu orang yang bertugas membersihkan dan merawat ruang bedah.
Cara efektif untuk mencegah
penyebaran penyakit dari orang ke orang atau dari peralatan ke orang dapat
dilakukan dengan meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan individu
(pasien atau petugas kesehatan). Dengan bekerja berdasarkan tujuan ini, maka
berarti pemberi asuhan kesehatan melindungi pasien, lingkungan dan dirinya
sendiri.
Sesuai data WHO (1999), angka Kematian Ibu di seluruh dunia hampir 600.000
wanita¬wanita antara umur 15 dan 49 tahun mati setiap tahun karena komplikasi
dalam kehamilan dan kelahiran bayi. Dibandingkan dengan mereka yang masih
mempunyai orang tua, kematian ibu mmenyebabkan kemungkinan peningkatan 3 s/d
10x lebih besar menyebabkan kematian anak yang ditinggalkanya meninggal dalam 2
tahun.
Penyebab
langsung kematian ibu berkaitan dengan kondisi saat melahirkan seperti
perdarahan, hipertensi atau tekanan darah tinggi saat kehamilan (eklampsia),
infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Penyebab langsung tersebut
diperburuk oleh status kesehatan dan gizi ibu yang kurang baik. Sedangkan
faktor penyebab tidak langsung, berbagai referensi menyebutkan beberapa faktor
antara lain rendahnya taraf pendidikan perempuan, kurangnya pengetahuan
reproduksi, rendahnya status ekonomi, kedudukan dan peranan ibu yang tidak
menguntungkan dalam keluarga, kuatnya tradisi dan budaya lokal dalam menyikapi
persalinan, serta kurangnya ketersediaan pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana.
B.
Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi pencegahan
infeksi.
2. Untuk mengetahui tujuan pencegahan
infeksi
3. Untuk mengetahui pencegahan infeksi
maternal dan neonatal.
C.
Manfaat
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui definisi pencegahan infeksi.
2.
Mahasiswa
mengetahui tujuan pencegahan infeksi
3.
Mahasiswa
dapat mengetahui pencegahan infeksi maternal dan neonatal.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
A.
Introduksi Pencegahan Infeksi
1.
Definisi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh
patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme
gagal menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi ini
disebut asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen berbiak dan menyebabkan
perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung
dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau contagius
(Perry, 2005: 933).
Tindakan pencegahan infeksi (PI)
tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan
persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek
asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan,
dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karenabakteri, virus,
dan jamur. Dilakukan pula untuk mengurangi risiko penularan penyakit-penyakit
berbahaya yang hingga kini belum ditemukan dengan cara pengobatannya, seperti
misalnya HIV/AIDS (APN, 2007).
2. Siklus
penyebaran penyakit
Bibit penyakit (mikroba pthatogen) dapat menular (berpindah) dari
penderita, hewan sakit atau reservoir bibit penyakit lainnya, ke manusia sehat
dengan beberapa:
a. Melalui
kontak jasmaniah (personal contact)
1) Kontak
langsung (direct contact)
Bibit penyakit menular karena kontak
badan dengan badan antara penderita dengan orang yang ditulari.
Misalnya cara penularan:
a) Penyakit
kelamin seperti: syphilis, gonorrhoea, AIDS.
b) Penyakit
kulit : tinea versicolor (panu), scabies (kudis).
2) Kontak tidak
langsung (indirect contact)
Bibit penyakit menular dengan perantaraan benda-benda yang terkontaminasi
karena telah berhubungan dengan penderita ataupun bahan-bahan yang berasal dari
penderita yang mengandung bibit penyakitnya,seperti feces, urina, darah,
muntahan dan sebagainya.
b. Melalui
makanan dan minuman(food borne infections)
Bibit penyakit menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi.penyakit-penyakit yang menular dengan cara ini,antara lain:
cholera, thypus abdominalis, poliomyelitis, hepatitis infectiosa, dysenteri,
penyakit-penyakit karena cacing, misalnya karena ascaries lumbricoides.
c. Melalui
serangga(arthropod borne infections)
Bibit penyakit menular melalu serangga (arthropoda).dalam hal ini
serangganya pun dapat merupakan host (tuan rumah) dari bibit penyakitnya atau
pun hanya sebagai pemindah (transmiter)saja.misalnya:
1) Malaria
disebabkan oleh plasmadium sp, (protozoa) ditularkan oleh nyamuk anopheles sp.
2) Deman
berdarah (dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus dengue ,ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti.
d. Melalui
udara (air borne infections)
Penyakit
yang menular melalui udara ,terutama penyakit saluran pernapasan,
seperti:
1) Melalui debu
diudara yang mengandung bibit penyakit misalkan penularan penyakit tuberculosa
paru-paru yang disebabkan oleh bakteri mycobacterrium tuberculosis.
2) Melalui
tetes ludah halus (droplet infections)
3.
Patofisiologi
Infeksi
Reaksi pertama
pada infeksi adalah reaksi umum yang melibatkan susunan saraf dan sistem hormon
yang menyebabkan perubahan metabolik. Pada saat itu terjadi reaksi jaringan limforetikularis
di seluruh tubuh berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi
(limfosit B).
Reaksi kedua
berupa reaksi lokal yang disebut inflamasi akut. Reaksi ini terus berlangsung
selama masih terjadi pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan
jaringan bisa diberantas, sisa jaringan yang rusak disebut debris akan
difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan.
Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris
yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bertumpuk di
sel jaringan tubuh lain membentuk flegmon.
Trauma yang
hebat, berlebihan dan terus-menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga
berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan
granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase
organisasi. Bila dalam fase fase ini pengrusakan jaringan terhenti, akan
terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa.
Akan tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase
inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang.
4.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi terjadinya Infeksi
Semua manusia rentan terhadap infeksi
bakteri dan sebagian virus. Jumlah organisme yang dapat menyebabkan infeksi
pada pejamu yang rentan berbeda pada setiap lokasinya, jika organisme
bersentuhan dengan dengan kulit, risiko infeksi rendah. Jika organisme
bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit yang terkelupas maka risiko infeksi
meningkat (Tietjen, 2004: 1-8). Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi
menurut Azis Alimul Hidayat (2006: 134) adalah:
a) Sumber Penyakit
Sumber penyakit dapat mempengaruhi
apakah infeksi dapat berjalan cepat atau lambat.
b) Kuman penyebab
Kuman penyebab dapat menentukan jumlah
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan virulensinya.
c) Cara
Membebaskan dari Sumber Kuman
Cara membebaskan kuman dapat menentukan
apakah proses infeksi cepat atau teratasi atau diperlambat seperti tingkat
keasaman (pH), suhu, penyinaran, dan lain-lain.
d) Cara Penularan
Cara penularan seperti kontak langsung,
melalui makanan atau udara, dapat memyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
e) Cara masuknya
Kuman
Proses penyebaran kuman berbeda,
tergantung dari sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pencernaan, saluran
pernafasan, kulit, dan lain-lain.
f) Daya Tahan
Tubuh
Daya tahan tubuh yang baik dapat
memerlambat prosses infeksi atau mempercepat prosespenyembuhan. Demikian pula
sebaliknya, daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.
Sedangkan menurut Potter (2005: 933)
adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi. Perkembang biakan
infeksi terjadi dalam siklus yang bergantung pada elemen-elemen berikut ini:
a) Agens infeksius
b) Tempat atau
sumber pertumbuhan patogen
c) Portal keluar
dari tempat tumbuh tersebut
d) Cara penularan
e) Portal masuk ke
pejamu
f) Pejamu yang
rentan.
Infeksi dapat
terjadi jika rantai ini tetap berhubungan. Tenaga kesehatan menggunakan
kewaspadaan dan pengendalian infeksi untuk memutuskan rantai tersebut sehingga
infeksi tidak terjadi (Potter, 2005: 933).
5.
Tanda-tanda
Infeksi
Tubuh memiliki
pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang tinggal di dalam
dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem organ
memiliki mekanisme pertahanan yang mempertahankan terhadap paparan
mikroorganisme infeksius (Perry, 2005: 937).
Respons selular
tubuh terhadap cedera atau infeksi adalah inflamasi. Inflamasi adalah reaksi
protektif vaskuler dengan menghantarkan cairan, produk darah, dan nutrien ke
jaringan interstisial ke daerah cedera. Tanda inflamasi termasuk bengkak,
kemerahan, panas, nyeri atau nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh
yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik, muncul tanda dan gejala
lain, termasuk demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah, dan
pembesaran kelenjar limfe (Perry, 2005: 939).
a) Tanda-tanda
Infeksi maternal
1) Tanda dini
Infeksi
(a) Sedikit
peningkatan suhu tubuh ibu
(b) Takikardia
janin
(c) Perasaan tidak
sehat
2) Tanda Lanjut
Infeksi
(a) Perasaan tidak
sehat
(b) Suhu tinggi
(c) Takikardia ibu
dan/atau janin
(d) Kematian
intrauterus
(e) Bayi yang tidak
sehat saat dilahirkan
(f) Tanda non
spesifik infeksi seperti malaise, sakit kepala, demam, atau mialgia
(g) Nyeri tekan
uterus atau cairan/flour vagina berbau menyengat (Chapman, 2006: 212-213).
(h) Tanda-tanda
Infeksi pada saat Persalinan
(1) Nadi cepat
(110x/menit atau lebih)
(2) Suhu lebih dari
38◦C
(3) Menggigil
(4) Air ketuban
atau cairan vagina berbau (APN, 2007: 90)
6.
Tujuan
Pencegahan Infeksi
Infeksi Nasokomial dan infeksi dari
pekerjaan merupakan masalah yang penting di seluruh dunia dan terus meningkat.
Sebagian besar infeksi dapat dicegah dengan strategi dan menaati
praktik-praktik pencegahan infeksi yang direkomendasikan (Tietjen, 2004: 1-2).
Adapun tujuan pencegahan infeksi dalam asuhan persalinan normal (APN, 2007:
1-2) adalah:
a) Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur).
b) Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa (hepatitis dan
HIV/AIDS).
7.
Definisi
Tindakan dalam Pencegahan Infeksi
Cara paling mudah untuk mencegah
penyebaran infeksi adalah membunuh mikroorganisme ketika mereka berada di
tangan, alat dan perabot seperti tempat tidur pasien (Ester, 2005: 42). Cara
efektif untuk membunuh mikrooraganisme meliputi:
a) Asepsis atau teknik aseptik
Asepsis atau
teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi. Caranya
adalah menghilangkan dan/atau menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit,
jaringan dan benda-benda mati hingga tingkat aman.
b) Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
c) Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas
kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung
tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh.
Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda-benda
tersebut setelah terpapar/ terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
d) Mencuci dan membilas
Mencuci dan
membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran) dari kulit atau instrumen.
e) Desinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua
mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda mati atau instrumen.
f) Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Desinfeksi
tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara merebus atau cara
kimiawi.
g) Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada
benda-benda mati atau instrumen (APN, 2007).
8.
Tindakan
Pencegahan Infeksi
Cara efektif untuk mencegah penyebaran
penyakit dari orang ke orang atau dari peralatan ke orang dapat dilakukan
dengan meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan individu pasien atau
petugas kesehatan. Penghalang ini dapat berupa upaya fisik, mekanik ataupun
kimia yang meliputi pencucian tangan, penggunaan sarung tangan, penggunaan
cairan antiseptik, pemprosesan alat bekas pakai, dan pembuangan sampah.
a) Mencuci Tangan
Untuk mencegah
penularan infeksi kepada dirinya dan kliennya, para pelaksana pelayanan KIA
perlu mencuci tangannya sebelum memeriksa klien. Mencuci tangan hendaknya
menjadi suatu kebiasaan dalam melaksanakan pelayanan sehari-hari (DepKes, 2000:
1).
Cuci tangan
adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Tujuan cuci tangan
adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari perrmukaan kulit dan
mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2004).
Indikasi Cuci Tangan:
1) Sebelum
melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir
2) Setelah kontak
fisik dengan ibu dan bayi baru lahir
3) Sebelum memakai
sarung tangan DTT atau steril
4) Setelah
melepaskan sarung tangan
5) Setelah
menyentuh benda yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh atau selaput
mukosa lainnya.
Untuk mencuci tangan:
1) Lepaskan
perhiasan di tangan
2) Basahi tangan
dengan air bersih dan mengalir
3) Gosok kedua
tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau yang mengandung anti septik
selama 10-15 menit (pastikan sela-sela jari digosok secara menyeluruh). Tangan
yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.
4) Bilas dengan
tangan dengan air bersih yang mengalir
5) Biarkan tangan
kering dengan cara diangin-anginkan atau keringkan dengan kertas tissu atau
handuk pribadi yang bersih dan kering.
b) Penggunaan
Sarung Tangan
Sarung tangan
digunakan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa,
darah atau cairan tubuh lainnya), peralatan, sarung tangan, atau sampah yang
terkontaminasi (APN, 2007: 17).
Jika sarung
tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi
baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang
berbeda untuk situasi yang berbeda pula (APN, 2007: 17). Menurut Tietjen (2004:
4-3) ada 3 jenis sarung tangan yaitu:
1)
Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu
melakukan tindakan invasif pembedahan.
2)
Sarung tangan pemeriksaan, dipakai
unutk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan
rutin.
3)
Sarung tangan rumah tangga, dipakai
sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu
membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Tabel 2.1 Prosedur Tindakan yang memerlukan Sarung Tangan
Prosedur/Tindakan
|
Perlu Sarung
Tangan
|
Sarung Tangan
DTT
|
Sarung Tangan
Steril
|
Memeriksa TD,
temperatur tubuh atau menyuntik
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Menolong
Persalinan dan Kelahiran bayi, menjahit laserasi/episiotomi
|
Ya
|
Bisa diterima
|
Dianjurkan
|
Mengambil contoh
darah/pemasangan IV
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Memegang dan
membersihkan peralatan yang terkontaminasi
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Membersihkan
percikan darah atau cairan tubuh
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Sarung tangan
sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika sarananya sangat terbatas, sarung
tangan bekas pakai dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci dan bilas,
desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi (APN, 2007: 18).
c) Penggunaan
Teknik Aseptik
Teknik aseptik membuat prosedur menjadi
lebih mudah dan aman bagi ibu, BBL, dan penolong persalinan (APN, 2007: 18).
Teknik aseptik meliputi penggunaan perlengkapan perlindungan pribadi,
antisepsis, menjaga tingkat sterilitas atau DTT.
1) Penggunaan
perlengkapan perlindungan pribadi
Perlengkapan pelindung pribadi mencegah
petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi atau
membatasi (kacamata pelindung, masker wajah, sepatu boot atau sepatu tertutup,
celemek) petugas dari percikan cairan tubuh, darah atau cedera selama
melaksanakan prosedur klinik.
2) Antisepsis
Antisepsis adalah pengurangan jumlah
mikroorganisme pada kulit, selaput lendir, atau jaringan tubuh lain dengan
menggunakan bahan antimikroba (Tietjen, 2004: 6-2). Karena kulit dan selaput
mukosa tidak dapat disterilkan maka penggunaan cairan antiseptik akan sangat
mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menkontaminasi luka terbuka dan
menyebabkan infeksi.
Larutan antiseptik digunakan pada kulit
atau jaringan, sedangkan larutan disinfektan dipakai untuk mendekontaminasi
peralatan atau instrumen yang digunakan dalam prosedur bedah (APN, 2007: 19).
3) Menjaga tingkat
sterilitas atau desinfeksi tingkat tinggi
Prinsip menjaga daerah steril harus
digunakan untuk prosedur pada area tindakan dengan kondisi desinfeksi tingkat
tinggi. Pelihara kondisi steril dengan memisahkan benda-benda steril atau
disinfeksi tingkat tinggi (“bersih”) dari benda-benda yang terkontaminasi
(“kotor”) (APN, 2007: 19).
d) Pemrosesan Alat
Bekas Pakai
Dalam mencegah penularan infeksi,
terdapat tiga langkah pencegahan infeksi yaitu dekontaminasi, pencucian, dan
desinfeksi tingkat tinggi (sterilisasi) (Depkes, 2000: 2).
1) Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang
dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman
berbagai benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Peralatan medis,
sarung tangan, dan permukaan harus segera didekontaminasi segera setelah
terpapar atau cairan tubuh.
Segera setelah digunakan, masukkan
benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Prosedur
ini dengan cepat mematikan virus hepatitis B dan HIV (APN, 2007: 22).
2) Cuci dan Bilas
Pencucian dan pembilasan menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme pada peralatan/perlengkapan yang kotor atau yang
sudah digunakan. Baik sterilisasi maupun DTT menjadi kurang efektif tanpa
proses pencucian sebelumnya. Jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat
dicuci dengan segera setelah didekontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk
mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan
seksama secepat mungkin (APN, 2007: 24)
Sebagian besar (hingga 80%)
mikroorganisme yang terdapat dalam darah dan bahan-bahan organik lainnya bisa
dihilangkan melalui proses pencucian. Pencucian juga dapat menurunkan jumlah
endospora bakteri yang menyebabkan tetanus dan gangren, pencucian ini penting
karena residu bahan-bahan organik bisa menjadi tempat kolonisasi miroorganisme
(termasuk endospora) dan melindungi mikrooraganisme dari proses sterilisasi
atau desinfeksi kimiawi (APN, 2007: 24)
Bola karet penghisap tidak boleh
dibersihkan dan digunakan ulang untuk lebih dari satu bayi. Bola karet seperti
itu harus dibuang setelah digunakan, kecuali dirancang untuk dipakai ulang.
Secara ideal kateter penghisap lendir DeLee harus dibuang setelah satu kali digunakan;
jika hal ini tidak memungkinkan, kateter harus dibersihkan dan didesinfeksi
tingkat tinggi dengan seksama. Kateter urin sangat sulit dibersihkan dan
didesinfeksi tingkat tinggi. Penggunaan kateter dengan kondisi tersebut diatas
lebih dari satu ibu dapat meningkatkan risiko infeksi jika tidak diproses
secara benar (APN, 2007: 25).
3) Desinfeksi
Tingkat Tinggi atau sterilisasi
Desinfeksi adalah proses pembuangan
semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian
pada endospora bakteri. Merebus dan mengukus merupakan metode desinfeksi
tingkat tinggi yang paling sederhana dan terpercaya namun desinfektan kimia
dapat juga dipakai. Efek desinfeksi tingkat tinggi hanya dapat dipertahankan
selama 1 minggu bila lebih dari itu maka peralatan tersebut perlu didesinfeksi
kembali sebelum dipergunakan (Depkes, 2000: 3).
Benda-benda steril atau DTT harus
disimpan dalam keadaan kering dan bebas debu. Jaga agar bungkusan-bungkusan
agar tetap kering dan utuh sehigga kondisinya tetap terjaga dan dapat digunakan
hingga satu minggu setelah proses. Peralatan steril yang terbungkus dalam
kantong plastik bersegel, tetap utuh dan masih dapat digunakan hingga satu
bulan setelah proses. Peralatan dan bahan desinfeksi tingkat tinggi dapat
disimpan dalam wadah tertutup yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi, masih
boleh digunakan dalam kisaran waktu satu minggu asalkan tetap kering dan
bebas debu. Jika peralatan-peralatan tersebut tidak digunakan dalam tenggang
waktu penyimpanan tersebut maka proses kembali dulu sebelum digunakan kembali
(APN, 2007).
Adapun macam-macam DTT adalah dengan
cara merebus, dengan uap panas, dan dengan cara kimiawi.
(a) DTT dengan cara
merebus
(1) Gunakan panci
dengan penutup yang rapat
(2) Ganti air
setiap kali mendesinfeksi peralatan
(3) Rendam
peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam di dalam air
(4) Mulai panaskan
air
(5) Mulai hitung
waktu saat air mulai mendidih
(6) Jangan
tambahkan apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai.
Ø Rebus selama 20
menit
Ø Biarkan
peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan.
Ø Pada saat
peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah desinfeksi tingkat
tinggi berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai 1 minggu asalkan penutupnya
tidak dibuka (APN, 2007: 26).
(b) DTT dengan uap
panas
Setelah sarung tangan didekontaminasi
dan dicuci, maka sarung tangan ini siap untuk DTT menggunakan uap panas (jangan
ditaburi talk).
(1) Gunakan panci
perebus dengan tiga susun nampan pengukus.
(2) Gulung bagian
atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai sarung tangan dapat dipakai
tanpa membuat terkontaminasi baru.
(3) Letakkan sarung
tangan pada nampan pengukus yang berlubang di baawwahnya. Agar mudah
dikeluarkan dari bagian atas nampan pengukus, letakkan 5-15 pasang sarung tangan
bagian jarinya mengarah ke tengah nampan.
(4) Ulangi proses
tersebuthingga semua nampan pengukus terisi sarung tangan. Susun tiga nampan
pengukus di atas panci perebus yang berisi air. Letakkan sebuah panci perebus
kosong di sebelah kompor.
(5) Letakkan
penutup di atas di atas nampan pengukus paling atas dan panaskan air hingga
mendidih.
(6) Jika uap mulai
keluar dari celah-celah antara panci pengukus, mulailah penghitungan waktu.
Kukus sarung tangan selam 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam posisi
terbalik. Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan
goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat menetes
keluar.
(7) Biarkan sarung
tangan kering dan diangin-anginkan sampai kering di dalam nampan selama 4-6
menit. Jika diperlukan segera. Biarkan sarung tangan menjadi dingin selama 5-10
menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat masih basah atau
lembab.
(8) Jika sarung
tangan tidak akan segera dipakai, setelah kering, gunakan penjepit untuk
memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut pada wadah
desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat. Sarung tangan tersebut bisa
disimpan selama 1 minggu.
(c) DTT dengan cara
kimiawi
Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT
adalah klorin dan glutaraldehid. Klorin tidak bersifat korosif dan proses DTT
memerlukan perendaman selama 20 menit maka peralatan yang sudah didesinfeksi
tingkat tinggi secara kimiawi harus segera dibilas dengan air matang.
Penggunaan tablet formalin sangat tidak
dianjurkan. Formaldehid/formalin adalah bahan karsinogenik sehingga tidak boleh digunakan.
Langkah-langkah kunci pada DTT kimiawi:
(1) Letakkan
peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci bilas).
(2) Pastikan bahwa
peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia.
(3) Rendam peralatan
selama 20 menit.
(4) Bilas peralatan
dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah DTT yang
berpenutup.
(5) Setelah kering,
peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam wadah DTT yang
berpenutup.
Sedangkan sterilisasi merupakan upaya
pembunuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan di
rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi (Hidayat, 2006: 141).
Sterilisasi dengan menggunakan otoklaf dilakukan pada suhu 106kPa/ 121◦C selama
30 menit jika terbungkus, dan 20 menit jika tak dibungkus. Jika sterilisasi
dilakukan dengan uap kering maka dilakukan pada suhu 170◦C selam 60 menit.
a) Pembuangan
Sampah
Sampah merupakan suatu bahan yang
berasal dari kegiatan manusia dan sudah tidak dipakai atau sudah dibuang oleh
manusia. Menurut Azis Alimul Hidayat (2006: 144), sampah dibagi menjadi menjadi
tiga, yaitu sampah padat, cair, dan gas.
Sampah bisa terkontaminasi dan tidak
terkontaminasi. Sampah yang tidak terkontaminasi tidak mengandung risiko bagi
petugas yang menanganinya. Tetapi sebagian besar limbah persalinan dan kelairan
bayi adalah sampah terkontaminasi. Jika tidak dikelola dengan benar, sampah
terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau
menangani sampah tersebut termasuk angggota masyarakat. Sampah terkontaminasi
termasuk darah, nanah, urin, kotoran manusia dan benda-benda yang kotor oleh
cairan tubuh. Tangani pembuangan sampah dengan hati-hati
Tujuan pembuangan sampah secara benar
adalah
(1) Mencegah
penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan kepada
masyarakat
(2) Melindungi
petugas pengelola sampah dari luka atau cedera tidak sengaja oleh benda-benda
tajam yang sudah terkontaminasi.
Penanganan sampah terkontaminasidengan
tepat diprlukan untuk meminimalkan penyebaran infeksi ke personel rumah sakit
dan masyarakat. Penanganan dengan tepat berarti:
(1) Memakai sarung
tangan serba guna.
(2) Membuang sampah
padat yang terkontaminasi ke ke tempat sampah wadah tertutup.
(3) Membuang semua
benda tajam dalam wadah anti bocor.
(4) Membuang sampah
cair dengan hati-hatike saluran atau toilet yang dapat disiram.
(5) Membakar atau
membakar sampah padat yang terkontaminasi.
(6) Mencuci tangan,
sarung tangan, dan wadah setelah membuang sampah infeksi (Yulianti, 2005:
23-23).
Tindakan-tindakan PI dapat mencegah
mikroorganisme berpindah dari 1 individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru
lahir, dan para penolong persalinan) sehingga dapat memutus rantai penyebar
infeksi.
1. Pencegahan
Infeksi dalam Pertolongan Persalinan
Pencegahan infeksi adalah bagian
essensial dari semua asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan
harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran
bayi, saat memberikan asuhan selama kunjungan antenatal atau
pascapersalinan/bayi baru lahir atau saat menatalaksana penyulit (APN, 2007).
Persalinan pervaginam tidak memerlukan
keadaan aseptik seperti kamar bedah, namun memerlukan pendekatan “3 bersih”,
yaitu membuat tangan, area perineal, dan area umbilikalis bersih selama dan
sesudah persalinan. Kit persalinan yang bersih akan membantu memperbaiki
keamanan persalinan di rumah untuk ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo,
2008).
Persalinan pervaginam berhubungan
dengan sejumlah faktor yang meningkatkan risiko terhadap endometritis dan
infeksi saluran kencing. Termasuk ketuban pecah lama, trauma jalan lahir,
pengeluaran plasenta secara manual, episiotomi, dan persalinan forseps tengah.
Faktor lain yang berhubungan dengan peningkatan risiko maternal adalah
pemeriksaan dalam atau pemeriksaan vagina. Untuk mengurangi risiko ini perlu
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Menggunakan
sepasang sarung tangan periksa yang bersih atau sarung tangan bedah yang
didesinfeksi tingkat tinggi yang sudah diproses ulang untuk setiap pemeriksaan.
2) Hindari
mendorong ujung jari pemeriksa pada pembukaan serviks sampai persalinan aktif
terjadi atau sampai diputuskan untuk melakukan induksi persalinan.
3) Batasi
pemeriksaan dalam.
Boyle (2008: 156) mengemukakan Prosedur
Pencegahan Infeksi dalam Pertolongan Persalinan meliputi:
1) Teknik aseptik
Teknik aseptik atau asepsis adalah
suatu metode pencegahan kontaminasi dengan hanya membiarkan cairan, instrumen,
yang steril untuk kontak dengan area yang rentan. Risiko kontaminasi melalui
udara juga harus diturunkan. Teknik aseptik dipraktikkan sejak awal 1990-an,
dan merupakan bagian penting dari banyak praktik kebidanan.
2) Pemeriksaan
dalam
Pemeriksaan dalam berpotensi menularkan
patogen dari luar tubuh ke bagian atas vagina, serviks, dan jika ketuban pecah
langsung ke interior uterus dan ke janin. Sangat penting untk memastikan bahwa
semua pemeriksaan dalam dilakukan dan tidak hanya sebagai suatu prosedur rutin,
untuk meminimalkan risiko ini.
3) Kateter Urie
(Foley)
Kateter urine menjadi salah satu
peralatan kebidanan yang lumrah digunakan pada praktik saat ini baik sebagai
kateter sementara maupun sebagai kateter foley yang menetap. Bakteri dapat
masuk melalui kantong drainase dan selang, terutama jika kantong tertarik ke
atas dan ke bawah. Oleh karena itu posisi kantong drainase harus lebih rendah
dari kantong kemih dan dekat dengan permukaaan lantai, serta tidak boleh
tersumbat.
Tietjen (2004)
mengemukakan langkah-langkah yang dapat diambil utnuk meminimalkan risiko
infeksi selama persalinan dan kelahiran pervaginam meliputi:
Langkah 1 : Yakinkan
bahwa alat partus steril tersedia
Langkah 2 : Segera
setelah pasien diposisikan untuk pelahiran pakai sarung tangan pada kedua
tangan dan cuci area perinael (vulva, perineum, dan daerah anus) dengan sabun
dan air bersih.
Langkah 3 : Cuci
tangan yang masih memakai sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% lepaskan
sarung tangan, tempatkan dalam kantong plastik atau kontainer tertutup.
Langkah 4 : Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan dengan kain bersih yang kering
atau keringkan dengan udara.
Langkah 5 : Oleskan 5
ml antiseptik pencuci tangan pada tangan dan lengan, gosok sampai kering.
Langkah 6 : Pakai
sarung tangan bedah steril atau DTT pada kedua tangan
Langkah 7 : Pakai
alat pelindung termasuk apron plastik atau karet dan pelindung muka karena
terciprat darah atau cairan amnion yang berdarah dapat terjadi.
Sesudah Melahirkan
Langkah 8 : Sebelum
membuka sarung tangan, tempatkan semua barang yang akan dibuang kedalam kantong
plastik atau kontainer sampah yang tahan bocor dan bertutup.
Langkah 9 : Jika
episiotomi dilakukan atau ada robekan vagina atau perineum lakukan penjahitan.
Langkah 10 : Rendam kedua sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, buk sarung tangan dengan membaliknya, dan
tempatkan dalam kantong plastik atau kontainer sampah yang tahan bocor dan
bertutup kalau mau dibuang. Jika digunakan ulang, rendam di dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.
Langkah 11 : Cuci tangan
dengan sabun dan air kemudian keringkan dengan kain kering atau dengan udara,
atau pakailah anti septik gosok tangan berbahan dasar alkohol yang tak
berair.
B.
Penerapan Pencegahan Infeksi
Maternal dan Neonatal
1. Tujuan pencehahan infeksi dalam
pelayanan asuhan kesehatan
Tindakan
pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan
selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam
setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong
persalinan dan penolong kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena
bakteri, virus, dan jamur. Dilakukan pula upaya untuk menurunkan risiko
penularan-penularan penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan
pengobatannya, seperti missal hepatitis dan HIV/AIDS. Tujuan tindakan-tindakan
PI dalam pelayanan asuhan kesehatan :
a. Meminimalkan infeksi yang diebabkan
oleh mikroorganisme
b. Menurunkan risiko penularan penyakit
yang mengancam jiwa seperti hepatitis
dan HIV/AIDS
Tindakan–tindakan
pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut :
a. Cuci tangan adalah prosedur paling
penting dari pencegan penyebaran infeki yng menyebabkan kesakitan dan kematian
ibu dan bayi baru lahir. Cuci tangan harus di lakukan pada saat :
1) Segera setelah ditempat kerja.
2) Sebelum melakukan kontak fisik
secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.
3) Sebelum memakai sarung tangan
desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
4) Setelah melepas sarung tangan
(kontaminasi melalui lubang atau robekan sarung tangan).
5) Setelah menyentuh benda yang mungkin
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh
selaput mukosa (missal : hidung, mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang
menggunakan sarung tangan.
6) Setelah kekamar mandi atau
menggunakan sarung tangan.
7) Sebelum pulang kerja.
Untuk
mencuci tangan :
1) Lepaskan perhiasan ditangan dan
pergelangan.
2) Basahi tangan dengan air bersih dan
mengalir.
3) Gosok kedua tangan dengan kuat
menggunakan sabun biasa atau yang mengandung anti ocial selama 10-15 detik (pastikan
sela-sela jari digosok menyekuruh). Tangan yang terlihat kotor harus dicuci
lebih lama.
4) Bilas tangan dengan air bersih dan
mengalir.
5) Biarkan tangan kering dengan cara
diangin-anginkankan atau dikeringkan dengan kertas tissue atau handuk pribadi
yang bersih dan kering.
b. Memakai sarung tangan
Pakai
sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah, peralatan, sarung tangan
atau sampah yang terkontaminasi. Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung
tangan utuk setiap ibu atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi
silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda.
1) Gunakan sarung tangan steril atau
desinfeksi tingkat tinggi untuk prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak
dengan jaringan dibawah kulit seperti
persalinan, penjahitan vagina atau pengambilan darah.
2) Gunakan sarung tangan periksa yang
bersih untuk menangani darah atau cairan tubuh.
3) Gunakan sarung tangan rumah tangga
atau tebal untuk mencuci peralatan, menangani sampah, juga membersihkan darah
dan cairan tubuh.
c. Menggunakan teknik aseptic
Teknik
ocial membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru
lahir dan penolong persalinan. Teknik aseptic meliputi :
a) Penggunaan pelindung pribadi
Perlengkapan perlindungan pribadi
mencegah petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara
menghalangi atau membatasi (kaca mata pelindung, masker wajah, sapatu boot,
celemek) petugas dari cairan tubuh, darah atau cidera selama melaksanakan
prosedur klinik. Masker wajah dan celemek ocial
sederhana dapat dibuat sesuai kebutuhan dan sumber daya yang tersedia di
masing-masing daerah jika alat atau perlengkapan sesekali pakai tidak tersedia.
b) Antisepsis
Antisepsis adalah tindakan yang
dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi
mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Karena kulit dan selaput mukosa
tidak dapat disterilkan maka penggunaan antiseptic akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat
mengkontaminasikan luka terbuka dan menyebabkan infeksi. Cuci tangan secara
teratur di atas kontak dengan setiap ibu dan bayi baru lahir, juga membantu
untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada kulit.
c) Menjaga tingkat sterilisasi atau
desinfeksi tingkat tinggi.
1. Pencegahan Infeksi Maternal
a.
Asuhan antenatal yang baik dan
bermutu bagi setiap wanita hamil guna deteksi dini ocial risiko kehamilan den kelahiran.
b.
Peningkatan pelayanan, jaringan
pelayanan dan ocial rujukan kesehatan.
c.
Peningkatan pelayanan gawat darurat
sampai ke lini terdepan.
d.
Peningkatan status wanita baik dalam
pendidikan, gizi, masalah kesehatan wanita dan reproduksi dan peningkatan
status ocial ekonominya.
e.
Menurunkan tingkat fertilitas yang
tinggi melalui program keluarga berencana.
2. Pencegahan Infeksi Neonatal
Adapun upaya
pencegahan yang dilakukan dalam usaha untuk mengurangi menurunkan kejadian
kematian neonatal antara lain :
a.
Pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap
tetanus melalui imunisasi.
b. Perawatan
sederhana seperti pemberian air susu ibu ASI eksklusif pada bayi yang baru
dilahirkan hingga enam bulan ke depan sangat mencegah kematian bayi karena
kekurangan zat-zat anti infeksi yang dibutuhkan
c. Menganjurkan menikah pada usia
matang (tidak terlalu muda).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa Pencegahan infeksi adalah bagian essensial dari semua asuhan yang
diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksanakan secara rutin
pada saat menolong persalinan dan kelahiran bayi, saat memberikan asuhan selama
kunjungan antenatal atau pascapersalinan/bayi baru lahir atau saat
menatalaksana penyulit
B.
Saran
Semoga
makalah ini dapat dikembangkan lagi oleh para mahasiswa dan dapat menerapkan
pelayanan asuhan kebidanan dalam melakukan tindakan pencegahan infeksi di
lapangan pekerja dengan baik dan benar
DAFTAR
PUSTAKA
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan
Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
Persalinan dan Bayi Baru Lahir; JNPK-KR, Departemen Kesehatan RI, 2008
http://wiwidamity.blogspot.com/2013/05/pencegahan-infeksi.html
http://www.nengbidan.com/2012/04/tujuan-pencegahan-infeksi-dalam.html
Dapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www , SmsQQ , com
BalasHapusKeunggulan dari smsqq adalah
*Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
*Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
*Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
*Bonus Setiap Hari Dibagikan
*Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
*Bonus referral 10% + 10%
*Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
*Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )
Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66
Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com
bosku minat daftar langsung aja bosku^^