Sabtu, 05 November 2016

MAKALAH HAM



MAKALAH
HAM













 









Kelompok
Disusun Oleh :
Ø Ahmad Sobarudin
Ø Ujang
Ø Cahyadi
Ø Algi Fahri
Ø Aang Marsan
Ø jaenuri
Ø Wahyudin B


Kelas X TSM 1

SMK SAINTEK NURUL MUSLIMIN
2016 – 2017


KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat-Nya. Dengan segenap ungkapan rasa terima kasih yang tidak terperi kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung seluruh proses penulisan makalah ini sehingga penulisan makalah dengan judul “HAK ASASI MANUSIA” selesai di kerjakan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Begitu banyak hal yang dilalui penulis sampai dengan selesainya makalah yang menjadi tugas pelajaran Kimia di awal semester 1 kelas XII ini. Mungkin apa yang telah penulis hasilkan bukanlah yang terbaik, namun penulis perharap apa yang telah kami tulis ini akan bermanfaat dan bisa digunakan dengan sebaik mungkin bagi yang membacanya.
Kami sadar bahwa apa yang telah kami peroleh tidak semata-mata hasil dari jerih payah penulis semata tetapin hasil dari keterlibatan semua pihak. Oleh sebab itu kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Guru Mata Pelajaran yang tidak secara langsung membantu dalam penulisan makalah unuk memenuhi salah satu tugas pada akhir semester ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.



Batujaya,                     2016

Penulis            







DAFTAR ISI


Kata Pengantar ...................................................................................................................  i
Daftar Isi ............................................................................................................................  ii

Bab I Pendahuluan.............................................................................................................. 1
A.    Latar belakang......................................................................................................... 1
B.     Rumusan masalah.................................................................................................... 1
C.     Tujuan...................................................................................................................... 1
Bab II pembahasan.............................................................................................................. 2
A.    Pengertian HAM..................................................................................................... 2
B.     Perkembangan pemikiran HAM.............................................................................. 3
C.     Perkembangan HAM di Indonesia.......................................................................... 4
D.    Bentuk-bentuk HAM.............................................................................................. 7
E.     HAM dalam Konstitusi Indonesia.......................................................................... 8

Bab III Kesimpulan............................................................................................................. 10



BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKAG
          Setiap orang mempunya hak dan kewajiban. Yang mana hak adalah sesuatu yang harus ia peroleh dan kewajiban adalah sesuatu yang harus ia lakukan.
          Berbicara mengenai hak, sudah tidak asing lagi di telinga kita istilah Hak Asasi Manusia. Sedangkan Hak Asasi Manusia itu sendiri merupakan hak-hak yang melekat pada manusia, sebagai anugerah yang diberikan Tuhan yang harus dihormati oleh semua orang dan negara. Jadi hak itu harus ia peroleh agar ia dapat menjalani kehidupannya dengan tenang dan damai tanpa adanya gangguan dari pihak manapun.
          Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia sebagai mana wujud dari upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu banyaknya pelanggaran yang terjadi, seperti kekerasan, perbudakan, pembunuhan dan lain sebagainya baik yang dilakukan oleh individu ataupun negara.
          Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apakah HAM itu, bagaimana pemikiran-pemikiran dalam perkembangannya, mari kita lihat dalam uraian di bawah.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?
2.      Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di Eropa?
3.      Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di Indonesia?
4.      Apa sajakah bentuk-bentuk dari HAM?
5.      Bagaimana HAM dalam konstitusi di Indonesia?
C.  Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan HAM, bagaimana perkembangan pemikirannya, bentuk-bentuk HAM, dan HAM dalam konstitusi di Indonesia.
2.      Melengkapi tugas individu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
3.      Merevisi makalah dari kesalahan-kesalahan sebelumnya.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HAM
            Secara definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman dalam berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut:[1][1]
a.       Pemilik hak;
b.      Ruang lingkup penerapan hak;
c.       Pihak yang bersedia dalam penerapan hak.
            Hak adalah sesuatu yang harus diperoleh. Untuk memperolehnya terdapat dua teori yaitu:[2][2]
1.      Teori McCloskey, menyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati atau sudah dilakukan.
2.      Teori Joel Feinbrg, menyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan kewajiban). Hak dan kewajiban adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
            Sedangkan istilah yag dikenal di barat mengenai Hak-hak Asasi Manusia ialah “right of man”, yang menggantikan istilah “natural right”. Kemudian “right of man” diganti dengan istilah “human right” yang dipandang lebih netral dan universal.
Menurut Teaching Human Right
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Menurut John Locke
            HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Menurut Prof. Dr. A. Gunawan Setiardja
HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.[3][3]
Menurut UU no. 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
           
Dari beberapa pengertian mengenai HAM di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun. Penghormatan dan perlindungan terhadap HAM diwujudkan dengan menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum.
B. Perkembangan Pemikiran HAM
Berbicara mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran HAM.
            Perkembangan HAM di Eropa
a.      Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut raja[4][4] yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21 Magna Charta yang menyatakan bahwa “ para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.[5]
            Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum dan negara demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut Bill of Rights, asas persamaan manusia di hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa hak persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkannya maka lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan selanjutnya Amerika.
Kontrak sosial (J.J Rousseau)
Kontrak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak.
Trias politica (Montesquieu)
            Trias politika adalah teori tentang sistem politik yang membagikekuasaan pemerintahan negara dalam tiga komponen (eksekutif), parlemen (legislatif), dan kekuasaan peradilan ( yudikatif).

Hukum kodrati (John Locke)
            Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan oleh negara.
Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson)
            Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua manusia dilahirkan sama dan merdeka.
            Pada 1789, lahir Deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum.
            Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan yaitu; kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama, hak bebas dari kemiskinan, dan hak bebas daru rasa takut.

Tiga tahun kemudian muncul Deklarasi Philadelphia (1944), yang memuat tentang pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
            Menurut DUHAM (deklarasi universal HAM), terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan politik meliputi:
1)      Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
2)      Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3)      Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan  hukum yang kejam;
4)      Hak untuk memperoleh pengakuan hukum hak bebas dari penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang;
5)      Hak atas perlindungan terhadap serangan nama baik;
6)      Hak atas satu kebangsaan;
7)      Hak untuk memiliki hak milik;
8)      Hak bebas berpikir, berpendapat dan beragama;
9)      Hak untuk berserikat;
10)  Hak untuk mengambil bagian dari pemerintahan.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:
1)      Hak atas jaminan sosial;
2)      Hak untuk bekerja dan mendapat upah dari pekerjaan tersebut;
3)      Hak untuk bergabung dengan serikat-serikat buruh;
4)      Hak atas istirahat;
5)      Hak atas standar hidup yang layak;
6)      Hak atas pendidikan;
7)      Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

b.   Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis besar perkembangan pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun generasi:[6][6]
·      Generasi Pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
·      Generasi Kedua, pemikiran Ham tidak   hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
·      Generasi Ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum.
·      Generasi Keempat, ditandai dengan lahirnya pemikiran HAM yang dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang dikenal dengan Deklaration of Basic duties of Asia people and Goverment.

C.  Perkembangan HAM di Indonesia
1.    Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
            Perkembangan HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya beberapa organisasi pergerakan nasional, antara lain Budi Utomo yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks pemikiran HAM Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
            Selanjutnya pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para tokoh organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A. Maramis dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
            Kemudian Serikat Islam, organisasi kaum santri yang dipelopori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis, menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
            Sedangkan pemikiran HAM dalam pandangan Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
            Pemikiran HAM yang paling menonjol pada Indische Partij yaitu pemikiran yang menekankan pada hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan  yang sama dan hak kemerdekaan.
            Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain. Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pendapat, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.

2.    Periode Setelah Kemerdekaan 
a.    Periode 1945-1950
            Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
            “... sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
            Hal yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah dengan adanya perubahan mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintah dari sistem presidensil menjadi parlementer.
b.   Periode 1950-1959
            Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan karena demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Menurut Prof. Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:[7][7]
1.    Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2.    Adanya kebebasan pers.
3.    Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis.
4.    Kontrol parlemen oleh eksekutif.
5.    Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
c.       Periode 1959-1966
            Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan presiden Soekarno.
            Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut pada presiden Soekarno. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang otoriter.

d.      Periode 1966-1998
            Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan demokrasi sebagai produk barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong-royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Penolakan Orde Lama terhadap konsep universal HAM adalah:[8][8]
1)   HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia.
2)   Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM yang tertuang dalam rumusan UUD 45.
3)   Isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
            Pernyataan Orde Baru di atas tidak semuanya benar namun juga tidak semuanya salah.
            Adapun pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh Orde Baru yaitu di Tanjung Priok, Kedung Ombo, Lampung, Aceh.
            Di tengah kuatnya peran negara,suara perjuangan HAM dilakukan oleh organisasi nonpemerintah dan LSM dan membuahkan hasil pada awal ‘90-an. Kuatnya tuntutan penegakan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian Orde Baru untuk bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM, yang ditunjukkan dengan adanya ratifikasi terhadap tiga konvensi HAM;
o  Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, melalui UU no. 7 tahun 1984.
o  Konvensi Anti-Apartheid dalam olahraga melalui UU no. 48 tahun 1993.
o  Konvensi Hak Anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
e.       Periode Pasca Orde Baru
            Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia dengan berakhirnya Orde Baru di bawah kekuasaan rezim Soeharto. Pada tahun ini Soeharto digantikan oleh wakil presiden saat itu yaitu B.J. Habibie.
            Pada pemerintahan Habibie perhatian pemerintah terhadap HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintah dalam penegakan HAM.
            Kesungguhan pemerintahan Habibie dalam perbaikan pelaksanaan Ham ditunjukkan dengan pencanangan program Ham yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998, yang bersandarkan pada 4 pilar yaitu:
1)   Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2)   Diseminari dan pendidikan tentang HAM
3)   Penentuan skala prioritas tentang HAM
4)   Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang0undangan Nasional.
            Komitmen Pemerintah dalam penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua protokol hak anak yakni terkait perdagangan anak, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan anak, penghapusan KDRT, dan penerbitan Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun2004-2009.

D. Bentuk-Bentuk HAM
            Menurut Prof. Bagir Manan ada beberapa kategori bentuk-bentuk HAM, yaitu:[9][9]
1.      Hak sipil
            Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
2.      Hak politik
            Hak politik terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat di muka umum.
3.      Hak ekonomi
            Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
4.      Hak sosial dan budaya
            Hak sosial budaya meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.

            Menurut Prof. Baharuddin Lopa, HAM dibagi dalam beberapa jenis yaitu:[10][10]
1.      Hak persamaan dan kebebasan;
2.      Hak hidup;
3.      Hak memperoleh perlindungan;
4.      Hak penghormatan pribadi;
5.      Hak menikah dan berkeluarga;
6.      Hak wanita sederajat dengan pria;
7.      Hak anak dari orang tua;
8.      Hak memperoleh pendidikan;
9.      Hak kebebasan memilih agama;
10.  Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka;
11.  Hak untuk bekerja;
12.  Hak memperoleh kesempatan yang sama;
13.  Hak milik pribadi;
14.  Hak menikmati hasil/produk ilmu;
15.  Hak tahanan & narapidana;
            Sedangkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia (Universal Declaration of Human Right) yang terwujud pada 10 Desember 1948[11][11], Hak Asasi Manusia terbagi dalam beberapa jenis, yang terdapat dalam pasal 3 sampai dengan pasal 21 yaitu:[12][12]
1.      Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2.      Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3.      Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4.      Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
5.      Hak untuk pengampunan hukum secara efektif;
6.      Hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7.      Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8.      Hak untuk praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah;
9.      Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat;
10.  Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11.  Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan itu;
12.  Hak bergerak;
13.  Hak memperoleh suaka;
14.  Hak atas satu kebangsaan;
15.  Hak untuk menikah dan keluarga;
16.  Hak untuk mempunyai hak milik;
17.  Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;
18.  Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat
19.  Hak untuk berhimpun dan berserikat
20.  Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.
           
            Dan mengenai hak ekonomi, sosial dan budaya yaitu:[13][13]
1.      Hak atas jaminan sosial;
2.      Hak untuk bekerja;
3.      Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4.      Hak untuk bergabung dalam serikat-serikat buruh;
5.      Hak atas istirahat dan waktu senggang;
6.      Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7.      Hak atas pendidikan;
8.      Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.

            Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I - IV UUD 1945) memuat hak asasi manusia yang terdiri dari hak:[14][14]
1.      Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
2.      Hak kedudukan yang sama di dalam hukum;
3.      Hak kebebasan berkumpul;
4.      Hak kebebasan beragama;
5.      Hak penghidupan yang layak;
6.      Hak kebebasan berserikat;
7.      Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan.
            Selanjutnya secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:[15][15]
1.      Hak untuk hidup;
2.      Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
3.      Hak mengembangkan diri;
4.      Hak memperoleh keadilan;
5.      Hak atas kebebasan pribadi;
6.      Hak atas rasa aman;
7.      Hak atas kesejahteraan;
8.      Hak turut serta dalam pemerintahan;
9.      Hak wanita;
10.  Hak anak.

E.  HAM dalam Konstitusi Indonesia
          Dalam perkembangan kehidupan berbangsa, konstitusi merupakan pilihan terbaik dalam memberi ikatan ideologis antara yang berkuasa dan yang dikuasai (rakyat).konstitusi hadir sebagai kata kunci kehidupan masyarakat modern. Tidak dapat dinafikan konstitusi sebagai hukum dasar yang menjadi acuan bagi sebuah negara dalam menentukan suatu peraturan.
1.  Hak Konstitusi
Kehadiran konstitusi merupakan conditio sine qua non bagi sebuah negara. Konstitusi menjelaskan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara dan mengemukakah letak rasional dan kedudukan hak dan kewajiban warga negara.
Aksioma politik yang populer dicetuskan oleh Acton mengatakan, “kekuasaan cenderung korupsi dan kekuasaan yang mutlak akan cenderung secara mutlak pula”. [16][16]
Di dalam kekuasaan terdapat sisi positif dan negatif. Yang positif, kekuasaan yang baik sangat efektif dalam menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan negatifnya ketika kekuasaan itu diarahkan pada tindak kesewenang-wenangan dan kezaliman.
Menurut Sri Soemantri, Guru Besar UNPAD, negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Konstitusi merupakan awal bagi kelahiran sebuah negara.
Pentingnya jaminan konstitusi atas HAM membuktikan komitmen atas sebuah kehidupan demokratis yang berada dalam payung negara hukum. Menurut Todung Mulya Lubis Indonesia belum sampai ke arah itu, meskipun persoalan dan perlindungan mengenai HAM telah diatur dalam perundang-undangan seperti. Akan tetapi patut dicamkan bahwa hal tersebut hanya berkisar dalam kapasitasnya sebagai hak-hak hukum.

2.     Konstitusional HAM di Indonesia
            Dalam konteks UUD yang pernah berlaku di Indonesia, pencantuman secara eksplisit seputar HAM muncul atas kesadaran dan beragam konsensus. Dalam kurun berlakunya UUD 45, konstitusi RIS 49, UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun 2002, pencantuman HAM mengalami pasang surut.
            Istilah HAM tidak ditemukan dalam UUD 1945. HAM dalam UUD 1945 diatur secara singkat dan sederhana yang lebih berorientasi pada hak sebagai warga negara, yang hanya dimuat dalam 5 pasal, yakni pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 31, dan pasal 34. Sedangkan dalam Konstitusi RIS 1949, pengaturan HAM terdapat dalam bagian V yang berjudul “hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia”. Dan yang terlengkap terdapat dalam UUDS 1950 memuat pasal-pasal tentang HAM yang relatif lebih lengkap ketentuan HAM diatur dalam bagian V (hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia) dari pasal 7 sampai pasal 33.
            Dalam sejarah perkembangan UUD 1945, agenda perubahan UUD merupakan sejarah baru bagi masa depan konstitusi Indonesia.
            Konstitusi RIS 1949 (1949-1950) memberikan suasana baru bagi penegakan hukum dan HAM. Karena dalam pemberlakuannya yang relatif singkat, akibatnya upaya penegakan HAM dari konstitusi ini relatif sulit ditemukan. UUDS 1949 memberikan kepastian tegas tentang HAM. Materi muatan HAM, yang mengadopsi muatan HAM PBB tahun 1948.
            Sama halnya dengan konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 nyaris tidak efektif karena negara pada waktu itu disibukkan dengan kondisi perpolitikan tanah air.
            Dalam perkembangan kebijakan pemerintahan Orde Baru sampai Reformasi (sebelum dan sesudah perubahan II UUD 1945 tahun 2000), beberapa perangkat kebijakan peraturan perundang-undangan dapat dikatakan melengkapi pengaturan HAM di Indonesia dalam bentuk peraturan perundang-undangan, seperti Tap MPR, Undang-Undang, Keppres, dsb.[17][17]
            Untuk mempertegas jaminan atas HAM di Indonesia, maka dibentuk lembaga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan pada Tap MPR No. XVII tahun1998 tentang HAM dan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang disahkan pada 23 September 1999.
            Keterjaminan HAM dalam konstitusi di Indonesia dan peraturan perundang-undangan secara lebih baik akan menjadi peluang besar bagi terwujudnya penegakan hukum dan HAM secara bertanggung jawab dan berkeadilan.

3.    RANHAM (Rencana Aksi Nasional HAM)  Indonesia
          Konsep RANHAM pertama kali lahir pada Konferensi HAM di Wina tahun 1993. Deklarasi tentang HAM ini merekomendasi agar setiap negara menyatakan keinginannya untuk menyusun rencana aksi nasional dengan mengidentifikasi langkah-langkah untuk meningkatkan pemajuan dan perlindungan HAM. Rekomendasi ini tidak mengikat tetapi memiliki sifat persuasif yang sangat kuat karena pentingnya kesempatan dan pernyataan bahwa rekomendasi tersebut didukung secara bulat.
          Konsep RANHAM didasarkan atas pandangan bahwa perbaikan abadi pada hak asasi manusia akhirnya tergantung pada pemerintah dan orang-orang dari negara tertentu yang memutuskan untuk mengambil aksi nyata guna menghasilkan perubahan. Konsep ini mengakui bahwa tidak ada satu pun negara yang memiliki catatan HAM sempurna. Setiap negara berbeda-beda, dan rencana apapun yang dikembangkan oleh suatu negara harus sesuai dengan keadaan politik, budaya, hukum, sosial, dan ekonomi.
          Dalam diktumnya, Keppres menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, perlindungan HAM dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat istiadat dan budaya-budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
          Dengan ditetapkannya RANHAM berdasarkan Keppres Nomor 40 tahun 2004, merupakan kelanjutan RANHAM 1998-2003 yang dicanangkan Presiden B.J Habibi melalui Keppres Nomor 29 tahun 1998, yang semula memuat empat program utama, yaitu:[18][18]
1)  Persiapan pengesahan perangkat internasional HAM
2)  Diseminari dan pendidikan HAM
3)  Pelaksanaan HAM yang ditetapkan sebagai prioritas
4) Pelaksanaan isi atau ketentuan berbagai perangkat internasional HAM yang telah disahkan Indonesia.
          Berdasarkan Keppres No. 129 tahun 1998 tentang RANHAM di atas perlu rekayasa khusus dalam upaya pengembangan mengenai HAM, yang kemudian diperbaharui melalui Keppres No. 61 tahun 2003 tentang perubahan keputusan presiden. Dan yang terakhir Keppres No. 40 tahun 2004 telah digariskan bahwa di samping terbentuknya Panitia Nasional yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab pada Presiden, juga Menteri Kehakiman dan HAM selaku Ketua Panitia Nasional bersama Gubernur di setiap Provinsi membentuk Panitia Pelaksanaan RANHAM Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur dan Panitia Nasional. Begitu juga halnya di daerah kabupaten/kota dibentuk Panitia Pelaksana Kegiatan RANHAM Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota dan Panitia Pelaksana Provinsi.
          Dengan kata lain, melalui Keppres ini Panitia Pelaksana RANHAM harus dibentuk di level daerah, baik dalam skala Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Panitia ini memiliki tugas antara lain:[19][19]
1.    Pembentukan dan penguatan institusi RANHAM,
2.    Persiapan harmonisasi Peraturan Daerah,
3.    Diseminari dan pendidikan HAM,
4.    Penerapan norma dan standar HAM, dan
5.    Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

            Perkembangan mengenai HAM menunjukkan sebuah rekayasa yang begitu baik dalam upaya penegakan HAM. Konstitusionalitas HAM dalam konstitusi Indonesia semakin kokoh pasca Perubahan UUD 1945. Perkembangan ini diharapkan semakin meneguhkan dasar pembangunan nasional yang berdimensi HAM Indonesia.
            Dan dengan melalui pemikiran dan tindakan kita semua, terletak masa depan perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakan HAM di Indonesia. Kehadiran RANHAM harus dipahami sebagai keharusan sejarah dalam mengisi ruang aktualisasi HAM dalam konteks lokal negara-negara, tidak terkecuali Indonesia.




BAB III
KESIMPULAN

            Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun.
            Perkembangan pemikiran HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut raja yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
            Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi dan politik seperti, Budi Utomo, Indiche Partij, Partai Komunis, Serikat Islam dsb.
Bentuk-bentuk HAM meliputi:
1.      Hak sipil, terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
2.      Hak politik, terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat di muka umum.
3.      Hak ekonomi, terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
4.      Hak sosial dan budaya, meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.

            HAM dalam Konstitusi Indonesia mengalami pasang surut, yaitu dalam kurun berlakunya UUD 45, konstitusi RIS 49, UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun 2002.






                        3







               
             







Tidak ada komentar:

Posting Komentar